SNI bidang struktur dan konstruksi itu diharapkan dapat meningkatkan ketahanan konstruks
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyampaikan bahwa teknologi konstruksi tahan gempa diperlukan untuk menjawab tantangan kerugian ekonomi.

"Sepanjang tahun 2000 sampai dengan 2016 jika di rata-rata kerugian ekonomi langsung akibat bencana alam setiap tahunnya mencapai sekitar Rp22,8 triliun," papar Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, Danis H Sumadilaga dalam lokakarya virtual bertajuk Megastruktur dan Infrastruktur Tahan Gempa Indonesia Karya Anak Bangsa, di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan letak Indonesia yang berada di kawasan cincin api, menjadikan Indonesia sebagai supermarket bencana, terutama bencana gempa dan erupsi gunung berapi yang berpotensi memicu bencana turunan seperti tsunami, likuifaksi, dan lain sebagainya.

"Kerugian yang diderita akibat bencana sangat besar baik korban jiwa, kerusakan bangunan, dan infrastruktur maupun kerugian finansial," katanya.

Menurut dia, kerugian akibat bencana itu salah satu penyebabnya adalah bangunan-bangunan yang belum menerapkan standar kegempaan secara baik dan benar.

"Selain itu rusaknya infrastruktur juga mengakibatkan terputusnya akses sehingga semakin menyulitkan proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana," katanya.

Untuk itu, lanjut Danis, teknologi konstruksi tahan gempa sangatlah diperlukan untuk menjawab tantangan pengurangan resiko bencana akibat bencana gempa.

Pada tahun 2020, Danis menyampaikan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah menuntaskan beberapa standar nasional bidang struktur dan konstruksi bangunan. Salah satu yang ditunggu adalah SNI 1726 2020 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung, di mana penyusunannya merujuk pada peta sumber dan bahaya gempa tahun 2017.

"SNI bidang struktur dan konstruksi itu diharapkan dapat meningkatkan ketahanan konstruksi dalam menghadapi bahaya gempa," katanya.

Namun, menurut dia, SNI tahan gempa saja belum cukup untuk meningkatkan ketahanan infrastruktur. Indonesia masih memerlukan lebih banyak inovasi teknologi rekayasa gempa untuk meningkatkan kualitas metode dan waktu pengerjaan hingga biaya konstruksi.

Ia menambahkan pengembangan sumber daya manusia yang difokuskan pada peningkatan kompetensi setiap individu juga dapat mampu menciptakan kinerja yang efektif.

"Kegiatan meningkatkan kompetensi kerja harus dilakukan secara berkelanjutan agar dapat mempertahankan konsistensi kinerja, mengevaluasi kinerja yang dinilai masih kurang, dan mengembangkan kualitas kinerja menjadi lebih baik," kata Danis.

Baca juga: Teknologi konstruksi tahan gempa dukung pembangunan infrastruktur
Baca juga: Konstruksi Bandara Yogyakarta mampu tahan gempa 8,8 magnitudo
Baca juga: Bank Pembangun Asia minta konstruksi bangunan kampus IAIN Palu tahan gempa


Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020