banyak perempuan miskin yang tidak terdata
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Subandi mengatakan kesenjangan gender di Indonesia masih cukup lebar, dan akan lebih lebar bila dilihat pada kelompok masyarakat miskin.

"Kesenjangan gender di Indonesia menempati urutan 85 dari 153 negara, menurut data Global Gender Gap Report 2020 dari World Economic Forum," kata Subandi dalam sebuah webinar yang diikuti dari Jakarta, Senin.

Subandi mengatakan kesenjangan gender tersebut dilihat dari empat dimensi, yaitu akses pada pendidikan, kesehatan, partisipasi ekonomi, dan pemberdayaan politik. Di Indonesia, perempuan lebih tertinggal daripada laki-laki, yang terbesar terutama pada partisipasi ekonomi dan pemberdayaan politik.

Baca juga: Menteri PPPA tekankan wujud kesetaraan gender dalam berbagai bidang

Pada kelompok masyarakat miskin, kesenjangan antara laki-laki dan perempuan jauh lebih lebar. Kemiskinan pada perempuan jauh lebih tinggi daripada laki-laki pada semua kelompok umur dan semua wilayah.

"Umur harapan hidup perempuan yang lebih panjang juga menyebabkan perempuan mengalami periode kemiskinan yang lebih lama," jelasnya.

Menurut Subandi, tantangan perempuan miskin untuk dapat keluar dari kemiskinan juga lebih besar karena mereka memiliki akses dan sumber daya yang jauh lebih terbatas. Karena itu, perempuan miskin lebih memerlukan keberpihakan dalam bentuk kebijakan dan program yang bersifat afirmatif.

"Masih banyak perempuan miskin yang tidak terdata sehingga belum tercakup dalam program pelindungan sosial, perempuan yang menjadi pekerja migran yang bermasalah, perempuan yang melahirkan tidak di fasilitas kesehatan, perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, dan anak perempuan yang mengalami kekerasan seksual dan perkawinan anak," tuturnya.

Baca juga: ILO, UN Women dorong kesetaraan upah di Indonesia

Subandi mengatakan program penanggulangan kemiskinan di tingkat nasional dan daerah harus bisa mendorong peningkatan partisipasi dan kesejahteraan perempuan.

Penting untuk menganalisis data lebih dan memahami konteks yang ada pada masing-masing daerah, apa saja faktor pendorong dan penghambat, dan apa saja tantangan dan peluang yang ada; sehingga bisa dirumuskan strategi dan intervensi yang tepat.

"Di sinilah arti penting memahami dimensi gender," ujarnya.

Baca juga: Miskin memicu bias gender

 

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020