Madiun (ANTARA News) - Budidaya tanaman Porang (Amorphophalus oncophyllus) yang dilakukan oleh masyarakat disela-sela hutan jati yang diwenangi Perum Perhutani Unit II Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Madiun, Jawa Timur (Jatim), ternyata mampu menembus ekspor pasar ke Jepang.

Pengakuan itu disampaikan Suyatno, Ketua Masyarakat Pengelola Sumberdaya Hutan (MPSDH) Wono Lestari yang masuk dalam Resor Pemangku Hutan (RPH) Panggung, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Dagangan, Kabupaten Madiun, Kamis, saat kunjungan lapangan sejumlah wartawan yang difasilitasi "The Global Forest and Trade Work" (GFTN) WWF Indonesia.

Dalam pertemuan di tengah hutan yang masuk dalam KPH Madiun itu, mewakili 80 lebih petani di sekitar hutan jati yang membudidayakan tanaman Porang, ia menjelaskan bahwa dengan kerja sama dalam bentuk program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat), kini warga di sekitar hutan mulai merasakan peningkatan kesejahteraan.

MPSDH Wono Lestari, katanya, mendapat hak pengelolaan seluas 112 hektare (ha) lahan disela-sela hutan jati di KPH Madiun, yang dimanfaatkan untuk menanam Porang, yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi.

"Harga Porang bisa mencapai Rp2.500 untuk satu umbi dengan berat 4 kilogram," katanya dan menambahkan bahwa dalam hitungan normal 100 pohon Porang bisa menghasilkan Rp1 juta.

Untuk luasan 1 hektare, kata dia, bisa ditanam sebanyak 6.000 bibit, sehingga bisa menghasilkan 24 ton/hektare, yakni dengan penghitungan 6.000 dikalikan 4 kilogram.

"Dengan demikian, maka dalam hitungan kasar, jika satu hektare bisa menghasilkan 24 ton, dan dikalikan dengan harga Rp2.500/kilogram, kurang lebih bisa menghasilkan Rp60 juta," katanya.

"Dan itu (Insya Allah) bisa untuk biaya untuk melaksanakan ibadah haji," katanya menambahkan.

Sementara itu, Asisten Perhutani (Asper) BKPH Dagangan KPH Madiun Noor Imanudin --yang mewenangi pembinaan MPSDH Wono Lestari--menjelaskan bahwa melalui skema PKBM tersebut, maka seluruh manfaat dari budidaya tanaman di hutan jati sepenuhnya adalah untuk masyarakat.

"Jadi, hasil tanaman yang ditanam masyarakat di dalam hutan 100 persen untuk masyarakat," katanya dan menambahkan bahwa dalam skema kerja sama itu, maka masyarakat telah berkontribusi dengan ikut menjaga hutan jati dari praktik pencurian kayu.

Menurut Kepala Administratur KPH Madiun Kristomo, tekanan sosial masyarakat terhadap hutan, merupakan satu hal yang tidak dapat dihindari, sehingga pigaknya dituntut untuk mampu menyikapi hal tersebut dengan baik, karena merupakan tanggung jawab sosial (CSR).

Untuk mewujudkannya, kata dia, pihaknya telah mengembangkan program PHBM itu, dan salah satu yang telah dikembangkan adalah pemanfatan lahan di bawah tegakan (PLTD), dengan budidaya Porang, yang menjadi salah satu alternatif solusi untuk penyelesaian masalah sosial.

"Masyarakat diberi hak akses terhadap lahan di dalam hutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan salah satu usaha produktif yang dikembangkan dalam PLDT adalah tanaman Porang itu, dan kini telah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di hutan jati," katanya.

Meski manfaat budidaya Porang mampu memberikan kesejahteraan, namun menurut Ketua MPSDH Wono Lestari Suyatno, masyarakat menginginkan usaha mereka bisa terwadahi dengan lebih baik, yakni perlunya bantuan fasilitasi untuk dibentuk koperasi.

"Kami bersama puluhan masyarakat ingin membentuk badan usaha koperasi untuk tanaman Porang ini, mohon bantuan agar bisa dapat difasilitasi, khususnya soal modal," katanya.(A035/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010