Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan HAM menegaskan bahwa proses penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dilakukan secara transparan dengan melibatkan seluruh stakeholder (pemangku kepentingan), mulai dari kementerian dan lembaga, akademisi, pengusaha, hingga serikat pekerja atau buruh.

"Pembahasan itu tidak hanya di kalangan pemerintahan baik dengan kementerian dan lembaga tetapi juga dengan kalangan akademisi," ujar Widyaiswara Utama Kementerian Hukum dan HAM Nasrudin dalam jumpa pers secara daring bertajuk "Transparasi Pembahasan UU Cipta Kerja", Jumat.

"Dan karena substansi dari rancangan undang-undang tentang cipta kerja ini juga terkait dengan ketenagakerjaan maka pembahasan substansi ini juga melibatkan para serikat pekerja dan juga para pengusaha dalam sesi atau bentuk tripartit pembahasan," sambung dia.

Nasrudin menjelaskan, penyusunan RUU Cipta Kerja telah mengikuti ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Baca juga: Bank Dunia nilai UU Cipta Kerja dukung pemulihan ekonomi
Baca juga: Kemenko Perekonomian: Naskah RUU Cipta Kerja disampaikan ke Presiden
Baca juga: Pengusaha nilai UU Cipta Kerja diperlukan dukung pertumbuhan ekonomi


Selain itu, penyusunan RUU Cipta Kerja juga telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden nomor 87 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Dalam penyusunan awal, telah dilakukan pembahasan yang melibatkan para stakeholder dan juga masyarakat. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto juga telah beberapa kali melaporkan kepada Presiden Joko Widodo tentang perkembangan penyusunan RUU tersebut

Pada 22 Januari 2020, DPR menetapkan RUU Cipta Lapangan Kerja masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas).

Selanjutnya Menko Bidang Perekonomian pada 27 Januari 2020 melalui surat Nomor: PH.2.1/15/M.EKON/01/020 menyampaikan draf RUU Cipta Lapangan Kerja dan naskah akademik yang menyertainya kepada Jokowi.

Presiden melalui surat Nomor: R-06/Pres/02/2020 tertanggal 7 Februari 2020 menyampaikan secara resmi RUU Cipta Kerja kepada DPR.

"Ini memang prosedur yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," ucap Nasrudin.

Lebih lanjut, Nasrudin mengatakan bahwa RUU Cipta Kerja terbagi dalam 11 klaster, salah satunya adalah klaster ketenagakerjaan.

Dia menyebut bahwa sesuai instruksi Presiden, klaster ketenagakerjaan harus dibahas tersendiri karena melibatkan buruh dan pengusaha.

Oleh karena itu, Menko Bidang Perekonomian kemudian membentuk tim koordinasi pembahasan dan konsultasi publik substansi ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja.

Tim tersebut dipimpin oleh Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan wakil oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan serta beranggotakan unsur pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha.

"Sehingga substansi dari RUU tentang cipta kerja ini sudah melibatkan berbagai macam stakeholder dan tidak ada yang disembunyikan dari masyarakat umum maupun dari para stakeholder," kata dia.

Lebih lanjut, Nasrudin menilai bahwa pembahasan RUU Cipta Kerja di Gedung DPR juga dilakukan secara transparan karena dilaksanakan secara terbuka dan diliput oleh media parlemen.

"Saya sebagai yang terlibat di dalam pembahasan RUU ini di DPR, saya tahu sekali bahwa memang ini dilakukan secara terbuka, bahkan masyarakat bisa hadir untuk menyaksikan jalannya sidang," kata dia.

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020