Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada pada akhir pekan ditutup melemah seiring penantian pasar atas persetujuan paket stimulus lanjutan di Amerika Serikat yang saat ini masih mandek.

Rupiah ditutup melemah 8 poin atau 0,05 persen menjadi Rp14.698 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.690 per dolar AS.

"Pekan ini Rupiah banyak didorong faktor domestik, yaktu rilis data neraca perdagangan kemarin yang surplus cukup besar. Ini akan berdampak kepada current account deficit sepanjang tahun ini yang akan menyusut," kata analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto di Jakarta, Jumat.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada Kamis (15/10) kemarin mencatat neraca perdagangan RI pada September 2020 mengalami surplus 2,44 miliar dolar AS dengan nilai ekspor 14,01 dan impor 11,57 miliar dolar AS, sehingga Indonesia mengalami surplus untuk kelima kalinya tahun ini sejak Mei 2020.

Selain itu, lanjut Arya, pelaku pasar juga tengah menunggu UU Cipta Kerja ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo setelah disahkan oleh DPR.

"UU Cipta Kerja ini diharapkan akan meningkatkan investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Rully.

Dari eksternal, pasar masih menunggu persetujuan stimulus fiskal di AS. Saat ini terlihat mulai ada kemajuan antara pemerintahan Presiden AS Donald Trump dengan Partai Demokrat mengenai jumlah stimulus yang akan dikeluarkan.

"Untuk pekan depan, saya perkirakan rupiah masih akan tetap stabil, menunggu pengesahan omnibus law dan stimulus fiskal di AS. Tapi memang ada risiko peningkatan kasus covid di berbagai negara," kata Rully.

Rupiah pada pagi hari dibuka menguat di posisi Rp14.699 per dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bergerak di kisaran Rp14.695 per dolar AS hingga Rp14.748 per dolar AS.

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Jumat menunjukkan, rupiah melemah menjadi Rp14.766 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp14.760 per dolar AS.
 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020