Harga menjadi pedoman. Orang asing tidak boleh bersaing dengan rumah rakyat. Kalau rumah yang disediakan untuk rakyat, tidak boleh dibeli oleh orang asing. Orang asing cuma bisa beli rumah dengan harga misalnya Rp5 miliar ke atas.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menegaskan bahwa status hak milik atas rumah susun (rusun) atau apartemen bagi warga negara asing (WNA) akan diatur dalam pedoman yang berbeda dengan rusun untuk rakyat.

"Harga menjadi pedoman. Orang asing tidak boleh bersaing dengan rumah rakyat. Kalau rumah yang disediakan untuk rakyat, tidak boleh dibeli oleh orang asing. Orang asing cuma bisa beli rumah dengan harga misalnya Rp5 miliar ke atas," kata Sofyan dalam konferensi pers secara virtual, Jumat.

Sofyan menjelaskan bahwa kepemilikan rusun oleh warga asing akan dibedakan dari rumah susun untuk rakyat.

Baca juga: ATR/BPN tengah rampungkan lima RPP aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja

Dalam Undang-Undang Cipta Kerja, WNA diizinkan untuk memiliki ruang rumah susun atau apartemen. Namun demikian, UUCK tidak mengubah substansi dari UU Pokok Agraria, di mana WNA dapat memiliki Hak Guna Bangunan.

UUCK mengatur agar WNA dapat membeli apartemen, namun mereka tidak akan mendapatkan hak atas tanah bersama, melainkan sebatas hak pakai. Selama ini dalam UU Pokok Agraria, aturan yang menghambat WNA untuk berinvestasi properti adalah terkait status HGB dalam rumah susun dan rumah tapak (landed house).

"UU Cipta Kerja mendesain sedemikian rupa definisi antara tanah dan apartemen dibedakan. Orang asing bisa beli apartemen tanpa tanah, karena orang asing tidak penting tanah, yang penting apartemen," kata Mantan Menko Perekonomian tersebut.

Baca juga: Menteri Agraria sebut UU Cipta Kerja percepat penyusunan tata ruang

Dengan lahirnya UUCK ini, Sofyan berharap perubahan terhadap aturan yang menghambat kepemilikan ruang bagi WNA, dapat berdampak pada perkembangan industri properti.

Ia menyebutkan perkembangan industri properti ini akan berdampak ganda (multiplier effect) terhadap 179 industri lainnya.


 

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020