Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menjadi pembicara utama dalam seminar nasional secara virtual (webinar) yang membahas RUU Kejaksaan.

Pihaknya mengapresiasi webinar ini yang menurut dia merupakan sumbangsih riil pemikiran dari kalangan akademisi dan praktisi hukum dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI (RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan).

Burhanuddin menyampaikan bahwa RUU Kejaksaan adalah inisiatif dan usulan Badan Legislasi DPR. Namun ada beberapa kalangan yang masih menyebutkan jika RUU ini adalah inisiatif dari Kejaksaan. Hal itu menurut dia sangat tidak tepat.

"Dengan adanya RUU tentang Perubahan Undang-Undang Kejaksaan yang telah diusulkan oleh DPR ini, dapat kita maknai jika Lembaga Legislatif memandang perlu segera adanya perbaikan kualitas sistem hukum yang lebih baik di Indonesia yang lebih modern dan lebih dapat mewujudkan rasa keadilan masyarakat,” kata Burhanuddin di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan, Jakarta, Selasa.

Setidaknya ada enam urgensi sehingga diperlukan perubahan UU Kejaksaan yakni dinamika yang berkembang di masyarakat dan kebutuhan hukum di masyarakat, adanya beberapa judicial review ke Mahkamah Konstitusi atas UU Kejaksaan dan perkembangan hukum dalam hukum nasional, hukum internasional dan doktrin terbaru.

Kemudian penerapan asas-asas hukum dan filosofis hukum, konvensi yang berlaku dan diakui secara universal dan perkembangan teknologi dan informasi.

Jaksa Agung mengatakan RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan tidak menambah wewenang maupun mengambil kewenangan instansi lain.

"RUU Perubahan ini hanya mengkompilasi ketentuan hukum dan asas-asas hukum yang sudah ada dan memberikan nomenklatur yang bukan hanya nasional namun ekskalasi internasional," tuturnya.

RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan ini, dikatakannya akan lebih menciptakan check and balance dalam sistem peradilan pidana.

"Penyidik dan penuntut umum adalah satu kesatuan nafas dalam proses penuntutan yang tidak dapat dipisahkan. Penyidikan dan penuntutan bukanlah suatu proses check and balance. Hal ini dikarenakan segala hasil pekerjaan dari penyidik, baik buruknya, benar salahnya, bahkan jujur bohongnya pekerjaan penyidik dalam melakukan proses penyidikan, seluruhnya akan menjadi tanggung jawab penuh dari jaksa penuntut umum di persidangan untuk mempertahankan segala jenis pekerjaan penyidik," katanya.

Burhanuddin menambahkan RUU Kejaksaan ini adalah sebuah momentum bagi Kejaksaan untuk berbuat lebih baik lagi dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam menegakan keadilan dan kebenaran yang dilandasi kearifan dalam mewujudkan terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Webinar "Membedah RUU Kejaksaan" ini dilaksanakan atas kerja sama Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminolog Indonesia (MAHUPIKI) dan Universitas Pakuan (UNPAK) Bogor.

Webinar tersebut dihadiri oleh Kepala Biro Hukum dan Hubungan Internasional Kejaksaan Agung Asep Nana Mulyana, Dekan FH Universitas Pakuan Bogor sekaligus Ketua Umum MAHUPIKI Yenti Garnasih, Wakil Ketua Umum Pengurus Pusat MAHUPIKI yang juga Guru Besar FH Universitas Andalas Prof. Elwi Danil dan advokat Juniver Girsang.

Baca juga: Soal RUU Kejaksaan, pakar: Jaksa tak bisa ambil alih fungsi penyidikan

Baca juga: Jaksa sebaiknya fokus penuntutan dan eksekusi

Baca juga: Pakar menilai RUU Kejaksaan meringankan kontrol terhadap Jaksa

Baca juga: Soal RUU Kejaksaan, Zulkarnain soroti jaksa jadi penyidik

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020