Kami berterima kasih atas bantuan semua pihak yang telah mengupayakan sehingga hari ini kami bisa kembali ke Indonesia,
Jakarta (ANTARA) - KBRI Bangkok pada 29 Oktober 2020  memfasilitasi pemulangan empat orang anak buah kapal (ABK) asal Indonesia, dan tiga di antaranya diduga merupakan korban kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Tiga orang ABK yang diduga korban TPPO itu saat ini masih dalam proses investigasi oleh Pemerintah Thailand sedangkan satu orang lainnya merupakan ABK WNI yang terlantar selama 10 bulan berada di kapal, menurut keterangan KBRI Bangkok yang diterima di Jakarta, Senin.

Tiga ABK WNI yaitu RA, SK dan PO yang diduga menjadi korban kasus TPPO berada di Pathumthani Welfare Protection Center for Victims of Trafficking in Persons di Thailand sejak Juli 2020.

Ketiganya telah selesai memberikan keterangan di pengadilan setempat sehingga diperbolehkan pulang meskipun kasusnya masih dalam proses investigasi oleh otoritas di Thailand.

Baca juga: Anggota DPR: Ambil langkah taktis tangani masalah WNI di kapal asing
Baca juga: Bamsoet: usut tuntas dugaan ABK Indonesia disiksa di kapal China


Selama proses tersebut, KBRI Bangkok terus mendampingi ketiga ABK WNI tersebut dan memastikan hak-hak mereka terpenuhi hingga akhirnya dapat pulang ke Indonesia.

Sementara itu, ABK WNI berinisial SD yang terlantar selama 10 bulan di kapal merupakan WNI yang terdampak kebijakan pencegahan penularan COVID-19.

SD sebelumnya bekerja pada kapal ikan, namun ia sakit sehingga dipindah ke kapal lain yang sedang dalam perjalanan menuju Bangkok. Pada Juli 2020, kapal tersebut tiba di Bangkok, namun SD tidak mendapatkan izin untuk turun dari kapal dan masuk ke Thailand akibat kebijakan pencegahan pandemi COVID-19 yang tidak mengizinkan kedatangan orang asing.

Hal itu menyebabkan SD akhirnya harus ikut berlayar dengan kapal tersebut hingga tiba kembali di Bangkok pada 6 Oktober 2020. Pada 22 Oktober 2020, SD mendapatkan otorisasi dari Biro Keamanan Laut dan Lingkungan Thailand untuk keluar dari kapal dan menjalani karantina di hotel yang ditetapkan oleh Pemerintah Thailand, kemudian ia berangkat ke Indonesia pada 29 Oktober 2020.

Pada saat keberangkatan para ABK WNI itu di bandara Suvarnabhumi, mereka mengungkapkan rasa syukur karena bisa kembali ke Indonesia.

"Kami berterima kasih atas bantuan semua pihak yang telah mengupayakan sehingga hari ini kami bisa kembali ke Indonesia," kata RA.

Sementara SD juga menyampaikan rasa lega bisa pulang setelah sekian lama harus berada di kapal tanpa status yang jelas.

Penanganan kasus ABK WNI di Thailand saat ini cukup sulit akibat kebijakan Pemerintah Thailand yang sangat ketat dalam upaya mencegah penyebaran COVID-19.

Pemerintah Thailand mulai 11 Agustus 2020 memperbolehkan pelaut melakukan proses keluar (sign off) setelah sebelumnya sama sekali tidak memberikan izin.

Proses sign off saat ini hanya dapat dilakukan melalui tiga pelabuhan, yaitu Pelabuhan Bangkok, Pelabuhan Samut Prakan dan Pelabuhan Chon Buri (Laem Chabang).

Untuk mendapatkan izin, para pelaut antara lain harus memiliki asuransi yang melingkupi biaya perawatan untuk COVID-19 dengan nilai tidak kurang dari 100.000 dolar AS (sekitar Rp1,47 miliar), jadwal keberangkatan dari Thailand, serta menjalani proses pemeriksaan kesehatan, tes COVID-19 serta karantina.

Di tengah kompleksitas masa pandemi di Thailand, KBRI Bangkok berkomitmen untuk melakukan berbagai upaya, baik secara formal maupun informal, demi kepentingan perlindungan WNI dan sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk melalui pendekatan ke berbagai pemangku kepentingan di Thailand.

Baca juga: ABK WNI tewas, Indonesia minta China hadirkan warganya sebagai saksi
Baca juga: Perwakilan RI di AS bantu repatriasi 13 ribu WNI ABK

Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020