Tanpa ada keberpihakan untuk menyelamatkan dan menyerap produk dalam negeri jelas peningkatan TKDN dan pendalaman industri tidak akan terjadi.
Jakarta (ANTARA) - Instruksi Presiden Joko Widodo kepada seluruh kementerian/lembaga, BUMN, dan Pemda untuk memprioritaskan penyerapan produk yang memenuhi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) menurut sejumlah kalangan belum berjalan efektif. Produk dalam negeri dinilai masih seperti anak tiri dalam pengadaan barang oleh berbagai instansi maupun BUMN.

Pasalnya, sebagian besar produk dalam negeri terganjal oleh regulasi spesifikasi, patokan harga, dan berbagai aturan yang tak mampu dipenuhi industri nasional dalam waktu singkat.

Realita tersebut dinilai masih bertolak belakang dengan keinginan kuat Presiden Jokowi, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam mengatasi resesi ekonomi yang sudah di depån mata.

Dalam tataran implementasi, peraturan pendukung sepenuhnya terlihat sehingga mengakibatkan kebijakan fiskal dan moneter untuk menstimulasi ekonomi melalui peningkatan penggunaan produk dalam negeri juga cenderung belum terangkat.

Demikian benang merah yang disampaikan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Indonesia Johnny Darmawan, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit, pengamat industri Jodjana Jodi, dalam sebuah webinar, di Jakarta, pada Minggu (1/11).


Baca juga: Kemenperin gencar tingkatkan TKDN dan subtitusi impor
 

“Kondisi ini sebetulnya bukan masalah baru. Meski telah ada Peraturan Menteri Perindustrian No 29 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perhitungan TKDN maupun Peraturan Presdien No16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang Pemerintah, tetap saja masalah ini tidak mudah diselesaikan dengan baik,” kata Johnny Darmawan.

Sesungguhnya, Instruksi Presiden untuk memberi preferensi kepada produk industri dalam negeri dalam pengadaan barang pemerintah dan BUMN, mempunyai tujuan yang sangat mulia agar industri dalam negeri berkembang dan mempunyai struktur yang kuat dalam menghadapi persaingan ke depan.

Namun sayangnya, tujuan tersebut belum tercapai karena preferensi tersebut tidak dijalankan dengan baik. Pelaksana lelang sering membuat spesifikasi tidak sesuai dengan instruksi Presiden.

Bahkan spesifikasi yang dibuat, cenderung berpihak kepada produk impor. Tidak jarang terjadi antara instansi dan importir yang menjadi vendor telah membuat kesepakatan jangka panjang, dan ini menutup peluang pelaku industri dalam negeri untuk bisa memenangkan lelang.

Oleh karena itu tidak heran, jika pemasok pengadaan proyek pemerintah ataupun BUMN sudah bisa diketahui sebelum lelang dilakukan. Bahkan tidak jarang, begitu anggaran proyek disetujui, secara tidak resmi pemasoknya sudah ditunjuk.


Baca juga: Luhut mau maksimalkan penerapan TKDN dengan sanksi
 

Menurut Johnny, perlu langkah yang lebih nyata dan tegas dari Presiden Jokowi untuk membenahi sistem pelaksanaan lelang pengadaan barang pemerintah dan BUMN. Jika tidak, tujuan mulia Presiden Jokowi untuk memperkuat industri nasional melalui skema preferensi TKDN menjadi sia-sia.

Upaya mengurangi tekanan pada neraca perdagangan akibat membanjirnya produk impor juga tidak akan tercapai, apalagi keinginan Presiden Jokowi untuk membangun dan memperkuat industri subtitusi impor.

Langkah nyata

Ketua Apindo Anton J Supit menilai, perlu keseriusan terutama di level birokrasi sebagai pelaksana di lapangan untuk memberdayakan industri dalam negeri dengan memberi ruang dan pasar yang lebih besar kepada produk nasional melalui pengadaan barang pemerintah dan BUMN.

“Butuh gebrakan nyata Presiden Jokowi untuk memecahkan masalah tersebut. Jika tidak, dikhawatirkan instruksi presiden selama ini hanya akan menjadi kebijakan di atas kertas, dan ini akan berdampak negatif terhadap perkembangan ekonomi dan pembangunan Indonesia, khususnya industri unggulan dalam jangka panjang,” kata Anton.

Selain menunjukkan keberpihakan yang nyata terhadap produk industri dalam negeri, pemerintah juga harus memberikan arahan maupun roadmap industri yang jelas bagi pengembangan industri nasional untuk jangka waktu lima tahun, 10 tahun, atau 25 tahun ke depan.

Termasuk pola pengembangan sumber daya manusia dan jenis investasi berkualitas yang dibutuhkan. Insentif apa yang layak diberikan kepada industri nasional yang pada akhirnya akan menjadi substitusi impor.


Baca juga: Kemenperin pacu Tim P3DN maksimalkan penggunaan produk lokal
 

Penguatan industri itu harus dilakukan secara konsisten dan bertahap, karena itu harus disiapkan kebijakan beserta tahapan yang jelas, baik yang terkait dengan kebutuhan SDM yang berdaya saing dalam dalam era industri 4.0 maupun peningkatan produktivitas agar produk yang dihasilkan mampu berkompetisi di pasar dalam negeri maupun global. Perlu konsistensi di sini.

Langkah nyata diperlukan agar produk industri nasional tidak kalah bersaing dengan produk impor seperti dari China, baik dalam sisi harga maupun volume. China sudah memiliki kapitalisasi pasar yang besar dan industrinya kuat.

Untuk itulah, sangat diperlukan kebijakan berpihak kepada produk industri dalam negeri, dan inilah inti dari istruksi presiden mengenai TKDN.

Terkait hal itu, Kementerian Perindustrian terus menggencarkan program-program peningkatan TKDN dan subtitusi impor terutama untuk produk-produk manufaktur Indonesia sebagai upaya untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya resesi.

“Satu-satunya jalan adalah substitusi impor melalui peningkatan TKDN dan peningkatan utilisasi,” kata Sekjen Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono.


Baca juga: Kemenperin pacu industri jadi penggerak ekonomi di tengah pandemi
 

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), impor bahan baku dan penolong mengalami penurunan 17,99 persen pada Januari-Juli 2020 menjadi 60,12 miliar dolar AS dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni 73,31 miliar dolar AS.

Selain itu, impor barang modal juga mengalami penurunan 18,98 persen pada periode yang sama tahun ini menjadi 12,96 miliar dolar AS dibandingkan pada Januari-Juli tahun lalu yang mencapai 16 miliar dolar AS.

Menurut Sigit, penurunan impor tersebut bisa terjadi karena beberapa hal, di antaranya utilisasi industri yang turun akibat pandemi COVID-19 atau juga dikarenakan beberapa proyek-proyek substitusi impor yang selesai di awal 2020.

Keberpihakan

Kemenperin fokus menjalankan strategi pencapaian target substitusi impor hingga 35 persen pada 2022 sebagai langkah pemulihan ekonomi nasional yang diwujudkan antara lain melalui peningkatan investasi baru, implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, serta optimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

Untuk mencapai target tersebut, Kemenperin berkolaborasi dengan para stakeholder atau kementerian dan lembaga terkait untuk menyusun kebijakan dan peraturan ekspor impor dapat dikelola dengan baik guna membangun ekosistem industri yang kondusif sehingga meningkatkan kemandirian sektor manufaktur dalam negeri.

Pengamat industri Jodjana Jodi mengakui, roadmap memang sangat penting bagi pengembangan industri agar pelaku usaha mempunyai arah yang jelas.

Untuk sebagian industri roadmap itu sudah ada tinggal bagaimana melaksanakannya secara konsiten dengan memperhatikan perkembangan yang ada. Ini penting untuk menjaga agar proses tranformasi menuju industri dalam negeri yang kuat dalam berjalan secara efektif.

“Semuanya harus jelas, rencananya ada, tujuannya ke depan akan kemana dan proses serta tahapannya pun diketahui sejak awal. Inilah pola yang perlu diterapkan dalam kebijakan TKDN agar produk dalam negeri menjadi raja di pasar dalam negeri. Berpihak secara jelas, baik secara politik maupun ekonomi,” tegas Jodi.

Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan Rachmat Gobel mengatakan, pihaknya sebagai lembaga kontrol kebijakan pemerintah menanggapi serius seluruh masukan yang disampaikan oleh pakar dan pelaku industri tersebut.

Persoalan ini harus dibicarakan secara intensif dengan pemerintah maupun BUMN untuk menemukan jalan keluar yang lebih efektif agar upaya pemulihan ekonomi bisa lebih cepat di lakukan.

Perlu dibicarakan apa yang menjadi kesulitan kementerian/lembaga, maupun BUMN melaksanakan instruksi Presiden untuk memberi preferensi pada produk industri domestik. Apakah karena persoalan teknis, persoalan kontrak yang sudah terjadi sejak lama, ataukah produk lokal memang tidak bisa mendapat peran penting dalam berbagai proyek strategis dan infrastrukur pemerintah.

“Tanpa ada keberpihakan untuk menyelamatkan dan menyerap produk dalam negeri jelas peningkatan TKDN dan pendalaman industri tidak akan terjadi. Sampai kapanpun kita akan mengalami ketergantungan pada produk impor,” kata Rachmat.

Diharapkan berbagai persoalan ini harus segera ditindaklanjuti Pemerintah agar niat membangun industri nasional yang kuat bisa terealisasi dengan baik,.

Dalam konteks makroekonomi, kebijakan TKDN sangat diperlukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk impor. Sedangkan bagi industri sendiri, kebijakan TKDN itu juga bagian dalam rangka menguatkan, memperluas, dan memperdalam struktur industri nasional.


Baca juga: Menteri dorong universitas berkontribusi kembangkan industri nasional

Baca juga: Menteri Edhy: Presiden minta industri perkapalan nasional diperkuat


Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020