Jakarta (ANTARA) - Direktur Group Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dino Milano mengatakan bahwa inklusi dan literasi keuangan digital harus berjalan seimbang dan sejalan demi menjaga transaksi yang lebih efektif, sehingga dapat mendorong kesejahteraan masyarakat.

Namun, belum banyak masyarakat yang benar-benar memahami keterkaitan antara inklusi dan literasi keuangan digital, padahal keduanya harus dilakoni secara seimbang dan berbarengan.

"Melihat perkembangan keuangan digital Indonesia saat ini, inklusi dan literasi sangat dibutuhkan untuk menjaga transaksi dan pengetahuan agar keduanya bisa berjalan beriringan," kata Direktur Group Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dino Milano, melalui seminar daring, Rabu (4/11).

Kenaikan tingkat literasi keuangan masyarakat diharapkan mampu berbanding lurus dengan peningkatan jumlah masyarakat yang dapat menentukan dan memanfaatkan produk dan/atau layanan jasa keuangan (tingkat inklusi keuangan) sehingga pada akhirnya akan mendorong kesejahteraan masyarakat.

Inklusi keuangan menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 76/POJK.07/2016, adalah pemenuhan akses pada berbagai lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka memperkuat kesejahteraan dan mengurangi penyebab inflasi.

Inklusi keuangan dapat diistilahkan terwujud jika seluruh orang dapat mengakses layanan keuangan dengan mudah dan bertanggung jawab.

Sementara, literasi keuangan adalah pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman tentang konsep dan risiko, keterampilan agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial.

"Melek keuangan digital, adalah poin yang dibutuhkan saat ini. Bukan hanya melek, tapi juga paham akan apa yang dilakukan (inklusi). Tugas kami melakukan literasi terkait dengan pemberian edukasi kepada khalayak tentang layanan sektor jasa keuangan digital," kata Dino.

Baca juga: AFPI dorong "fintech lending" berperan aktif pulihkan ekonomi nasional

Di sisi lain, ekonom dan peneliti Institute of Economic and Development (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan bahwa literasi keuangan sebaiknya diperkenalkan dan dilakukan sejak dini.

"Salah satu faktor mengapa literasi keuangan rendah, mungkin dari pendidikannya dulu. Di luar negeri seperti Singapura dan Malaysia, sejak sekolah dasar (SD) sudah ada simulasi buat laporan keuangan," kata Bhima dalam kesempatan yang sama.

"Di Indonesia, secara umum, tidak ada pelajaran financial management. Generasi muda seperti milenial, harapannya mulai belajar agar literasinya lebih tinggi daripada generasi sebelumnya, karena mereka (milenial) lebih adaptif," ujarnya menambahkan.

Baca juga: OJK: Ekosistem keuangan digital dorong tumbuhnya "start-up" baru

Baca juga: Melek keuangan digital buat milenial bijak atur uang

Baca juga: Akselerasi digital, BRI alokasikan capex hingga 4 persen pendapatan

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020