Temuan-temuan arkeologi saat ini sudah ditangani oleh ahli cagar budaya dan tim profesional
Jakarta (ANTARA) - Waktu merupakan hal yang berharga. Hal itu juga yang menjadi alasan Presiden Pertama Republik Indonesia Soekarno menggagas pembangunan sebuah tugu yang memiliki jam di puncaknya di sebuah taman persimpangan Jalan MH Thamrin dan Jalan Kebon Sirih pada 1969.

Pembangunan tugu yang saat ini dikenal dengan nama Tugu Jam MH Thamrin, didasari kepada fakta bahwa pada masa itu, arloji merupakan benda yang sangat mahal sehingga untuk membantu warga yang beraktivitas di luar ruangan maka Bung Karno membangun menara jam pertama di Jakarta.

Berdiri tegap dengan desain yang serba kotak, Tugu Jam MH Thamrin pun telah menjadi saksi bisu perjalanan hiruk pikuk Jakarta menjadi metropolitan.

Setengah abad sudah tugu pemberi informasi waktu itu berdiri  di jantung Ibu Kota itu rupanya harus direlokasi untuk pembangunan transportasi massal bernama Moda Raya Terpadu (MRT) yang juga berpotensi besar menggenjot kondisi sosial dan ekonomi Jakarta.

Pemindahan Tugu Jam MH Thamrin disebabkan oleh lintasan untuk pembangunan MRT Jakarta fase 2 yang bersinggungan dengan eksistensi tugu seberat 43 ton itu.

Keputusan untuk merelokasi itu pun bukan langkah sembarangan, PT MRT Jakarta (Perseroda) berkolaborasi dengan Pemprov DKI Jakarta, tim ahli cagar budaya, arkeolog, hingga ahli konstruksi bergumul untuk memutuskan pemindahan Tugu Jam MH Thamrin.

Di tengah keinginan membentuk sejarah bagi masa depan warga Jakarta, MRT Jakarta tetap berkomitmen merawat peninggalan masa silam dengan menjaga cagar budaya yang memiliki nilai historis tinggi.

Tugu MH Thamrin hanya salah satu contoh cagar budaya yang akan dijaga kelestariannya oleh MRT Jakarta dalam pembangunan segmen 1 fase 2A kereta cepat dengan lintasan Bundaran HI-Harmoni.

Ke depan, MRT Jakarta masih berpotensi menemukan kembali tantangan serupa mengingat pembangunan fase 2A akan mencapai titik terakhirnya di kawasan Kota, Jakarta Barat yang memiliki peninggalan kebudayaan tertua terhitung dari abad ke-16.
 
Jalur MRT fase 2A melalui Thamrin dan Monas, sehingga harus ada penanganan khusus terhadap pohon dan cagar budaya yang terdampak. (ANTARA/ Afut Syafril)


Tantangan
Berbeda dengan pembangunan MRT Jakarta fase 1 yang memiliki rute Lebak Bulus-Bundaran HI, pembangunan MRT Jakarta fase 2 khususnya 2A memiliki tantangan karena PT MRT Jakarta harus membangun proyek strategis nasional itu di kawasan yang bernilai historis tinggi.

Pada fase 1 tak ada kesulitan untuk penggalian atau pun pembuatan jalur karena struktur perkotaan yang telah tertata dan lebih moderen.

Sementara fase pada fase 2A, MRT Jakarta merencanakan lintasan yang benar-benar berada di kawasan ring satu Jakarta.

Setidaknya ada 10 lokasi bernilai historis tinggi yang akan dilewati pada rute fase 2A. Bangunan-bangunan tersebut adalah Tugu Jam Thamrin, Bundaran Bank Indonesia, Bank Indonesia Thamrin, Monumen Nasional (Monas), Museum Nasional, Menara BTN, Istana Presiden RI, Gedung Arsip Nasional, Gedung Candra Naya, serta Museum Bank Mandiri.

Dari bangunan yang disebutkan itu beberapa di antaranya bahkan sudah berdiri sejak era kolonial Belanda yang saat itu menyebut Jakarta sebagai Batavia.

Berdiri dengan tegap dan kokoh, bangunan-bangunan itu menjadi saksi perubahan dan perpindahan kependudukan dari kawasan Kota Tua di utara menuju ke kawasan Gambir di selatan.

Tak sedikit upaya MRT Jakarta untuk menjaga cagar budaya yang menjadi sejarah Ibu Kota Jakarta selama pembangunan fase 2A berlangsung.

Melibatkan para ahli serta pakar dari beberapa universitas ternama, seperti Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung, MRT Jakarta menemukan banyak titik terang dalam pembangunan fase 2A.

Penggalian benda-benda bersejarah atau ekskavasi digencarkan di kawasan Monas, Kebon Sirih, hingga MH Thamrin.

Beruntung dari hasil ekskavasi itu ditemukan hasil bahwa sebagian besar temuan arkeologi berupa pecahan keramik, pecahan tembikar, pecahan tulang, hingga selongsong peluru, seluruhnya berasal dari tanah urukan.

Ketua tim ekskavasi untuk pembangunan Stasiun MRT Thamrin dan Monas Cecep Eka Permana membeberkan tanah urukan itu diperkirakan berasal dari era 1960-1980, tanah urukan itu membantu masyarakat di Kebon Sirih, MH Thamrin maupun Monas kala itu untuk membuat dataran menjadi lebih tinggi seperti saat ini.

Menurut Cecep secara umum penggalian (ekskavasi) menemukan beberapa temuan pada 100 - 150 sentimeter. Tapi mendekati dua meter itu sudah tidak ada artefak. Artefak-artefak yang ditemukan memang bukan dari sisa peninggalan asli di kedua titik itu (kawasan pembangunan Stasiun Thamrin dan Stasiun Monas).

Meski demikian, ada beberapa temuan menarik dalam tim ekskavasi yang diketuai oleh Guru Besar Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia itu.

Salah satunya di dekat Tugu Jam Thamrin yang sudah dibangun sejak 1969 ditemukan beberapa struktur lapisan tanah dan aspal yang berubah karena penyesuaian selama setengah abad terakhir.

Tim melihat bagaimana tadinya ada halamannya berupa lingkaran besar menjadi kecil itu terlihat di beberapa lapisan tanah dan lapisan aspal. Jadi  dalam ekskavasi ini bisa menceritakan kembali bagaimana proses yang terjadi pada kondisi sekarang sampai sebelumnya.

Baca juga: MRT Jakarta berkomitmen jaga cagar budaya di pembangunan fase 2

Cecep dan tim juga menemukan hal menarik berupa struktur bangunan taman di kawasan Monas Barat.
Tim menemukan ada beberapa struktur di Monas. Bahkan temuan  ini sempat menjadi diskusi panjang untuk penanganannya. Pada akirnya tim sepakat bahwa struktur itu sepertinya  bekas pembangunan penataan Taman Monas pada awal 1980-an sehingga dipastikan  aman jika pembangunan MRT dilanjutkan.

Jika dari segi arkeologi tak ditemukan masalah, lain halnya dari segi konstruksi.

Setelah pertimbangan dan kajian dilakukan oleh ahli konstruksi rupanya Tugu Jam Thamrin memiliki fondasi yang dapat bertumpang tindih dengan rancangan Stasiun Thamrin.

Dengan kondisi temuan bahwa secara keseluruhan Tugu Jam Thamrin masih dalam kondisi prima dan hanya mengalami rekahan-rekahan pada lapisan luarnya saja maka diambilah keputusan untuk merelokasi tugu jam itu.

Uniknya berbeda dengan pembuatan tugu-tugu lainnya, Tugu Jam Thamrin ternyata merupakan bangunan beton yang merupakan satu kesatuan mulai dari fondasi hingga puncaknya.

Sehingga diperlukan penanganan khusus untuk menjaga kondisi Cagar Budaya milik DKI Jakarta itu tetap utuh untuk direlokasi.
 
Pekerja menyelesaikan proyek Moda Raya Terpadu (MRT) Fase II di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (24/7/2020). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj) 


Guru Besar Bidang Material dan Struktur Beton ITB Iswandi Imran yang ikut terlibat untuk kajian pemindahan Tugu Jam Thamrin menyebutkan tugu setinggi 13 meter itu nantinya akan dipotong menjadi tiga bagian.

Dengan bagian pertama adalah puncak atau rumah jam, lalu bagian kedua adalah badan tugu yang memiliki kanopi, dan bagian ketiga adalah bagian kaki atau lokasi yang saat ini berfungsi sebagai pos polisi.

Untuk membagi Tugu Jam Thamrin menjadi tiga bagian, Iswandi mengatakan akan ada dua titik yang menjadi lokasi pemotongan dan masing-masing titik memiliki panjang pembobokan sepanjang satu meter.

Lebih lanjut, Iswandi mengatakan untuk pemindahan, penyimpanan, serta pemasangan kembali Tugu Jam Thamrin diperlukan penahan berupa pasak baja untuk menjaga kestabilan struktur kondisi yang sudah ada saat tugu dipasang kembali.

"Bracing vertikal dan horizontal dipasang untuk memperkaku rangka baja tersebut. Antara balok baja penahan kolom Menara Jam Thamrin dipasang karet untuk mencegah terjadinya kerusakan kolom Menara Jam Thamrin," kata Iswandi.

Selain menyiapkan skema pemisahan bangunan, pria yang juga termasuk sebagai anggota untuk Komite Keamanan Konstruksi Kementerian PUPR itu juga menyiapkan skema pemasangan kembali Tugu Jam pertama yang ada di DKI Jakarta itu.

"Penyambungan tulangan kolom dilakukan dengan menggunakan teknik sambungan mekanikal, memakai sistem injeksi beton (grouting)," ujar Iswandi.

Meski menghadapi banyak tantangan untuk fase 2A, namun MRT Jakarta tetap optimis bahwa lintasan di ring 1 itu dapat diselesaikan dengan baik.


Komitmen merawat sejarah
Dengan panjangnya proses penelusuran sejarah untuk fase 2A, tak lantas menyurutkan semangat manajemen MRT Jakarta untuk tetap merampungkan rute terbaru kendaraan massal kebanggaan warga Jakarta itu.

Direktur Konstruksi MRT Jakarta Silvia Halim mengatakan pihaknya akan terus berkomitmen tak hanya berfokus untuk membangun sejarah masa depan namun juga merawat cagar budaya yang akan dilewati oleh pembangunan MRT Jakarta dengan rute Bundaran HI-Kota itu.

Baca juga: Tugu Jam Thamrin akan direlokasi untuk MRT fase 2A

“Pembangunan harus kita jalankan karena itu penting untuk meningkatkan kegiatan ekonomi, standar lingkungan, kualitas sarana prasarana umum di sekitarnya. Pembangunan itu memang tidak bisa dihindari. Tapi bukan berarti saat kita membangun kita akan berkompromi bangunan bersejarah atau objek cagar budaya,” tegas Silvia.

Panjangnya proses merawat cagar budaya yang dilakukan MRT Jakarta dapat terlihat dari rencana pembangunan fase 2A yang dirancang oleh Silvia dan timnya.

Dalam pengajuan kepada kontraktor, MRT Jakarta mencantumkan adanya syarat untuk menjaga keutuhan dan melindungi temuan arkeologi jika dalam pembangunan ditemukan temuan tidak terduga.

“Ada pun pada saat pelaksanaan proyek ini kita bersama-sama membuat tim terpadu dari unsur kontraktor, MRT Jakarta, Pemprov DKI, kemudian pakar dan tim ahli cagar budaya. Tujuannya supaya kita bisa bergerak dengan cepat begitu kita menemukan objek dan bisa mengambil keputusan apa yang harus kita lakukan terhadap objek cagar budaya itu sehingga proyek bisa berjalan sesuai dengan harapan,” kata Silvia.

Baca juga: MRT Jakarta diingatkan arkeolog hati-hati garap rute menuju Kota

Komitmen menjaga benda dengan nilai sejarah yang tinggi itu juga nantinya dituangkan di beberapa stasiun MRT pada fase 2A, sehingga tak hanya ahli dan tim MRT Jakarta yang melihat temuan ekskavasi tapi juga masyarakat umum dapat menyaksikan secara langsung perjalanan MRT Jakarta membangun budaya sekaligus merawat sejarah.

Temuan-temuan arkeologi yang saat ini sudah ditangani oleh ahli cagar budaya dan tim profesional itu nantinya akan dipertunjukkan di galeri khusus dilengkapi informasi terkait yang disiapkan di beberapa stasiun MRT fase 2.

Komitmen dan semangat MRT Jakarta untuk merawat sejarah dan membangun budaya bagi warga Jakarta diharapkan dapat terus bertumbuh dan dipertahankan sehingga di masa depan siapa pun yang menjadi pelanggan MRT Jakarta dapat ikut merasakan dan mencintai sejarah lewat layanan dan fasilitas MRT Jakarta.

Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020