Tersangka YS merupakan analis farmasi
Jakarta (ANTARA) - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri menangkap seorang tersangka berinisial YS di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dalam kasus industri rumahan peracikan jamu atau obat tradisional yang tidak sesuai dengan cara pembuatan obat yang baik (CPOB) dan tanpa izin edar.

"Tersangka YS merupakan analis farmasi," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin.

YS mendirikan home industry tanpa izin lantaran pernah sekolah asisten apoteker. Home industry tersebut telah berjalan sejak 2018 dan menghasilkan omset Rp100 juta hingga Rp150 juta.

Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Kombes Pol Pipit Rismanto mengatakan YS memiliki sebuah apotek. Di apotek itu, YS meramu jamu dengan beberapa bahan kimia obat (BKO).

"Dia mencampur beberapa bahan kimia obat namun hanya berbentuk tepung maizena. Ada jamu-jamu yang seharusnya diproduksi secara tradisional, ini malah diberi tambahan obat-obat kimia seperti dexamethasone, sildenafil sitrat maupun paracetamol," ungkap Kombes Pipit.

Baca juga: Waspadai obat tradisional bercampur bahan kimia

Baca juga: BPOM : Isu bahan kimia obat rusak citra jamu


Pipit mengatakan modus operandi YS adalah memproduksi jamu dengan dua bahan, yakni bahan kimia obat (BKO) dan bahan kimia non-obat atau non-BKO.

Dalam kasus ini, penyidik Bareskrim menyita sejumlah barang bukti berupa BKO, bahan-bahan kimia berbentuk tepung maizena, mesin penggiling, 12 ribu sachet jamu tradisional pegal linu Cap Madu Manggis dan jamu kuat lelaki.

"Total (barang bukti) ada 37 item sachet jamu, kemudian ada juga jamu berbentuk tablet," kata Pipit.

Jamu yang diproduksi kemudian diedarkan oleh tersangka ke daerah Klaten dan Solo, Jawa Tengah, serta ke beberapa daerah lain.

Tersangka YS telah ditahan di Rutan Bareskrim Polri. Atas perbuatannya, tersangka dikenakan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun.

Kemudian Pasal 8 ayat 1 huruf a jo Pasal 62 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun.

Baca juga: BBPOM Semarang gerebek pabrik jamu di Cilacap

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020