pastikan mitigasi bencananya maksimal
Surabaya (ANTARA) - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta masyarakat mewaspadai cuaca ekstrem yang dapat memicu bencana hidrometeorologi jelang puncak musim hujan pada Desember 2020 hingga Maret 2021.

"Tetap waspada dan siap siaga terhadap ancaman bencana hidrometeorologi akibat fenomena La Nina, mulai dari banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung yang bisa terjadi kapan saja," ujarnya di Surabaya, Senin.

Khofifah mengatakan, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) secara rutin merilis peringatan dini untuk mewaspadai hujan dengan intensitas sedang hingga deras disertai angin kencang dan petir.

Baca juga: BNPB ingatkan masyarakat Jatim waspadai bencana hidrometeorologi

Peringatan dini ini, kata dia, hendaknya menjadi alarm bagi masyarakat untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan.

"Terutama bagi yang bertempat tinggal di wilayah-wilayah yang rawan bencana. Pastikan mitigasi bencananya maksimal," ucap orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut.

Mantan Menteri Sosial itu menyebut terdapat 22 daerah di Jatim yang rawan terjadi bencana hidrometeorologi.

Kawasan rawan banjir umumnya didominasi luapan sungai di sekitarnya, seperti Sungai Bengawan Solo yang luapannya bisa membanjiri wilayah Bojonegoro, Magetan, Madiun, Lamongan, Gresik, Ngawi, dan Tuban.

Kemudian potensi banjir akibat luapan sungai Berantas, yakni Malang Raya, Kediri, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo, Probolinggo, Surabaya, Bondowoso, Lumajang, Banyuwangi, dan Jember.

Sedangkan di Pasuruan, banjir berpotensi diakibatkan oleh luapan sungai Welang, lalu di Madura beberapa daerah biasa terdampak luapan Sungai Kemuning.

Baca juga: BMKG Juanda: Puluhan kabupaten/kota di Jatim berpotensi angin kencang

Berikutnya, bencana hidrometeorologi yang lain adalah longsor, yakni harus diwaspadai wilayah Jombang, Ponorogo, Kediri, Banyuwangi, Jember, Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, Malang, Batu, dan Pacitan.

Gubernur Khofifah menjelaskan, Jatim menjadi salah satu provinsi yang secara geografis dan geologis memiliki kerentanan terhadap bencana, baik alam maupun non-alam.

Maka dari itu, lanjut dia, penanganan bencana harus dilakukan dengan bersinergi dan kolaborasi antarlini, mulai pemerintah provinsi, kota, kabupaten, kampus, swasta, media serta masyarakat.

"Prinsipnya pendekatan pentaheliks disinergikan dan diperkuat untuk mengantisipasi bencana, dan dampak terhadap risiko bencana dapat diminimalisasi," katanya.

Baca juga: Jalan sirip di selilngkar Wilis ambrol terseret longsor

Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020