Dalam 10 tahun ini kondisi keanekaragaman hayati di Asia mundur. Keadaan di Indonesia sendiri kita melihat ada kemunduran, keanekaragaman itu mundur karena orang tidak paham kegunaannya
Jakarta (ANTARA) - Pendiri Yayasan Keanekaragaman Hayati (Yayasan KEHATI) dan tokoh lingkungan Emil Salim mendorong semua pihak untuk terus menjaga keragaman hayati Indonesia karena semua unsur alam memiliki keterkaitan satu dengan lainnya, di tengah ancaman kemunduran kondisi keanekaragaman hayati di Indonesia.

"Dalam 10 tahun ini kondisi keanekaragaman hayati di Asia mundur. Keadaan di Indonesia sendiri kita melihat ada kemunduran, keanekaragaman itu mundur karena orang tidak paham kegunaannya," katanya ketika membuka penganugerahan KEHATI Awards 2020 yang dipantau secara virtual di Jakarta, Jumat.

Pada 1994, usai menyelesaikan jabatan sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kependudukan, Emil Salim beserta sejawatnya Koesnadi Hardjasoemantri, Ismid Hadad, Erna Witoelar, M.S. Kismadi, dan Nono Anwar Makarim mendirikan Yayasan Keanekaragaman Hayati (Yayasan KEHATI), sebuah organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan.

Baca juga: Emil Salim: Kegiatan ekonomi jangan merusak keanekargaman hayati

Baca juga: Emil Salim : RUU Cipta Kerja belum pikirkan dampak jangka panjang

Baca juga: KEHATI Award dan motivasi pelestarian sumber daya hayati Menurut Emil Salim masih banyak ditemukan individu yang mempertanyakan mengapa hutan lindung tidak dimanfaatkan untuk pertanian atau perkebunan komoditi yang menguntungkan. Hal itu menunjukkan masih banyak yang tidak paham apa artinya keanekaragaman hayati.

Menteri Lingkungan Hidup periode 1978-1993 itu mengatakan bahwa alam bergerak dalam sebuah kondisi saling berkaitan satu dengan lainnya dengan masing-masing memiliki fungsi sendiri namun saling menghidupi.

Karena itu penting untuk menjaga fungsi keterkaitan itu agar alam bisa berjalan secara utuh. Hal itu karena jika satu mata rantai putus maka tidak terjamin keberlanjutan dari alam.

Oleh sebab tersebut, Guru Besar Sekolah Ilmu Lingkungan Hidup Universitas Indonesia itu menegaskan pentingnya hutan lindung dalam fungsinya untuk memastikan semua mata rantai ekosistem berjalan sebagaimana mestinya.

"Apabila sekarang hutan kian dikurangi, hutan dirubah fungsinya maka yang terjadi adalah bahwa dampak dari fungsi lahan hutan menyerap CO2 berkurang," katanya.

Akibatnya, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan semakin besar dan mengakibatkan kenaikan suhu bumi dan perubahan iklim.

Kondisi itu eperti yang terjadi pada 2019 ketika terjadi kenaikan suhu bumi sebesar 1,1 derajat Celcius yang memiliki dampak luas terhadap seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia, dengan ancaman kenaikan permukaan laut, demikian Emil Salim.

Baca juga: KEHATI sebut sagu potensial jadi solusi kedaulatan pangan di Indonesia

Baca juga: LIPI berkomitmen lindungi keanekaragaman hayati Indonesia

Baca juga: Kehati: Anak muda harus terlibat lestarikan keanekaragaman hayati

Baca juga: Indonesia terbuka untuk kerja sama riset internasional kehati laut

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020