Jakarta (ANTARA) - Ini tahun kedua Reli Dakar diadakan di bumi Arab Saudi setelah tahun lalu yang juga dibayangi isu hak asasi manusia.

Berlangsung 14 hari mulai 3 Januari sampai 15 Januari nanti, edisi ke-43 reli bergengsi dunia ini diikuti nama-nama besar seperti Carlos Sainz, Stephane Peterhansel, Sebastien Loeb, Cyril Despres dan Toby Price.

Reli Dakar bukan satu-satunya ajang olah raga yang diadakan Saudi.

Desember 2019, rematch tinju kelas berat antara Andy Ruiz Jr dan Anthony Joshua juga diadakan di negara kaya minyak ini.

Lalu ada Piala Super Spanyol yang Januari tahun lalu mempertemukan Real Madrid, Barcelona, Atletico Madrid dan Valencia.

Piala Super Italia juga pernah digelar di sini pada 2018 dan 2019. Kemudian Formula E pada Desember 2018 dan November 2019, Turnamen Golf Internasional Saudi pada Februari 2020, dan seterusnya.

Baca juga: Pangeran Arab Saudi yakin Reli Dakar dongkrak pariwisata negaranya

Saudi terus membidik event-event besar olahraga yang di masa lalu sangat tabu diadakan negeri penjaga tanah suci Mekah ini.

Mulai 2023, Formula 1 memasukkan Grand Prix Saudi dalam kalendernya. Sebelas tahun setelahnya pada 2034, untuk pertama kalinya mereka akan menggelar Asian Games di Riyadh. Ini bakal menjadi perhelatan krida multievent terbesar dalam sejarah Saudi.

Federasi Sepak Bola Arab Saudi (SAFF) juga tengah meluncurkan kampanye menjadi tuan rumah Piala Asia 2027.

Daftarnya terus memanjang. Dan olahraga cuma salah satu bagian dari proyek-proyek besar lainnya Saudi dalam upaya menampilkan wajah Saudi yang terbuka, modern dan moderat, tak lagi puritan.

Saudi berusaha keras menampilkan diri dalam wajah baru yang sama sekali baru, tapi bukan cuma dengan membolehkan perempuan menyetir mobil, membuka lagi bioskop, atau mengizinkan wanita menyaksikan pertunjukan seni dan olahraga.

Baca juga: Reli Dakar 2021 siap taklukkan ganasnya gurun pasir Arab Saudi

Human Rights Watch dan pegiat-pegiat HAM sengit menyebut Saudi berusaha memoles citra buruknya dalam soal HAM, khususnya sejak pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi pada Oktober 2018, dengan agresif memanfaatkan olahraga, seni dan hiburan.

Meski kampanye HAM itu berhasil pada beberapa hal, termasuk memblok investor Saudi dalam membeli klub Liga Inggris Newcastle United akhir Juli 2020 atau kalah bersaing dari Qatar untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 dan Asian Games 2030, namun itu tak menghentikan keberhasilan pemerintah Saudi memoles citra nasionalnya di mata dunia yang di antaranya sukses mendatangkan tokoh-tokoh terkenal dunia hiburan.

Enrique Iglesias, Mariah Carey, Andrea Bocelli, Janet Jackson, 50 Cent, Jennifer Lopez, dan David Guetta pun datang ke Saudi padahal puluhan tahun lalu negara ini anti sekali dengan dunia hiburan Barat.

Segalanya berubah sejak Raja Salman naik tahta. Sang raja memiliki putra yang dianggap penguasa riil Saudi saat ini, Pangeran Mohammed bin Salman yang acap dipanggil MBS.

Baca juga: Kelompok HAM puji reformasi olahraga bagi perempuan Saudi


MBS dan Visi 2030

Pada 2017, Raja Salman menobatkan MBS sebagai putra mahkota sehingga otomatis menjadi penerusnya manakala dia turun tahta atau mangkat.

MBS disebut-sebut sebagai tokoh reformis yang ingin membawa Saudi ke zaman baru dengan wajah yang tak lagi tertutup dan tak lagi puritan.

Di bawah ekspektasi dan bayang-bayang suatu saat Saudi tak bisa lagi cuma menggantungkan diri kepada minyak bumi, MBS meluncurkan apa yang disebut Visi 2030.

Perubahan positif pun terjadi, termasuk pada kaum wanita dan kaum mudanya. Bersama visi ini, Saudi agresif mengundang investasi asing langsung masuk. Bersamaan dengan ini MBS gencar merestrukturisasi lembaga-lembaga dalam rangka mengubah citra menjadi negara yang terbuka.

Alhasil, pada Maret 2018 saat mengunjungi AS dan Inggris, dia didaulat sebagai reformis oleh kalangan bisnis dan selebritis di dua negara itu.

Namun di balik itu semua, MBS juga terkenal sangat keras terhadap siapa pun yang menentang ambisinya membawa Saudi ke tempat yang dia anggap lebih maju dan modern.

Baca juga: Putra Mahkota Arab Saudi disuntik dosis pertama vaksin COVID-19
Baca juga: PM Israel bertemu Putra Mahkota Saudi, Menlu AS di Arab Saudi


Dia menekan dan menangkap ulama-ulama terkenal, intelektual, akademisi, dan aktivis HAM pada September 2017. Dilanjutkan dengan memberangus tokoh-tokoh bisnis dan anggota keluarga kerajaan dengan sangkaan korupsi pada November 2017.

Upaya MBS mengkonsolidasi kekuasaan guna memuluskan jalan mewujudkan ambisinya membawa Saudi ke level pemain global itu mencapai puncaknya saat Khasoggi dibunuh. Ironisnya hanya Turki yang terang-terangan menuding rezim MBS di balik pembunuhan itu, sedangkan Barat tak mau tegas dalam soal ini.

MBS sendiri sepertinya menganggap peristiwa itu sebagai salah satu risiko dari ambisinya.

Dan dia jalan terus dengan ambisi-ambisinya. Akhir 2019, Saudi mencatatkan saham perusahaan minyak terbesar di dunia, Saudi Aramco, dalam penawaran perdana saham atau IPO.

Meraup dana segar Rp359 triliun, IPO Saudi Aramco ini menjadi IPO terbesar di dunia yang melewati rekor sebelumnya yang dicatat perusahaan China pimpinan Jack Ma, Alibaba. Valuasinya yang sebesar Rp2.484 triliun melewati Apple untuk menjadi perusahaan dengan valuasi terbesar di dunia.

Cerita Saudi Aramco adalah salah satu dari rangkaian kisah Saudi yang terus membuat dunia terperangah bahwa negara ini sungguh serius mengubah citranya.

Salah satu program ambisius MBS dalam Visi 2030 adalah membenamkan investasi besar-besaran guna menggenjot industri hiburan lokal dan mendatangkan selebritis dan atlet papan atas dari seluruh dunia.

Lewat General Entertainment Authority yang baru didirikan Mei 2016, Saudi mengalokasikan 64 miliar dolar AS untuk musik, hiburan, olah raga, seni dan film.

Kementerian olah raga, kementerian kebudayaan, dan kementerian pariwisata yang baru menjadi kementerian sendiri sejak Raja Salman dan MBS berkuasa, juga aktif sekali dalam proyek itu.


Bisa menjalar ke yang lain

Visi 2030 sendiri, mengutip laman resminya yang ditulis sepenuhnya dalam bahasa Inggris yang menunjukkan Saudi tengah berpesan kepada dunia bahwa mereka tengah berusaha menjadi warga dunia yang siap membuka pintu bagi dunia luar, berpijak kepada tiga pilar.

Ketiganya adalah masyarakat yang dinamis atau vibrant society, perekonomian yang terus berkembang, dan negara yang ambisius.

Masyarakat yang dinamis dianggap vital karena masyarakat yang kaya, bahagia dan tercukupi kehidupannya adalah fondasi kuat dalam menciptakan kemakmuran ekonomi.

Bahasa eksplisitnya seperti ditulis dalam laman Visi 2030 adalah “Masyarakat dinamis kita dicirikan oleh akar yang kuat dan fondasi yang kokoh yang menekankan Islam moderat, bangga pada bangsa, warisan Saudi, dan budaya Islam, sembari menawarkan opsi-opsi hiburan kelas dunia, kehidupan berkelanjutan, perawatan masyarakat, dan sistem perawatan sosial dan kesehatan yang efisien.”

Visi ini menyeluruh dan saling bertalian, termasuk mengaitkan kesehatan fisik dengan kesehatan mental laksana semboyan ‘men sana in copore sane’ seperti dikenal di Indonesia.

Ini melukiskan betapa ambisi MBS itu tak sebatas sekian aspek, namun menyangkut semua aspek yang dibutuhkan agar bangsanya lebih maju dan siap menjawab setiap tantangan di zaman kemudian.

Dan itu bukan omong semata karena Saudi sudah dan sedang mewujudkan impian-impiannya itu.

Dalam dunia olahraga misalnya, Reli Dakar adalah salah satu buktinya.

Dunia akan terus melihat Saudi yang aktif berkompetisi dan ambisius menyelenggarakan perhelatan-perhelatan akbar olahraga.

Olimpiade dan Piala Dunia FIFA pun bukan mustahil suatu saat digelar di Saudi, sepanjang MBS dan generasinya terus bertakhta.

Dan Saudi, seperti umumnya negara-negara yang tidak menganut sukses kepemimpinan yang demokratis, memiliki "kemewahan" dalam memastikan visi jangka panjang mereka konsisten diwujudkan tanpa terinterupsi oleh suksesi yang dibatasi undang-undang seperti umumnya di negara-negara demokrasi termasuk Indonesia.

Itu termasuk dalam menaikkan postur olah raga Saudi untuk kemudian turut mengubah citra Saudi sekalipun serangan kritik soal HAM akan terus sengit menyergap.

Saudi mungkin bisa melihat China setelah Olimpiade Beijing 2008. Sejak event ini dunia tak lagi melihat China sebagai negara angker sampai predikat Negara Tirai Bambu yang menunjukkan betapa tertutupnya negeri itu, perlahan pupus.

Untuk itu, Reli Dakar, Formula 1, Asian Games, dan banyak lagi akan perlahan menampilkan wajah lain Arab Saudi yang lebih terbuka, moderat dan modern.

Bukan mustahil apa yang terjadi di Saudi beresonansi ke negara-negara muslim lain, termasuk mereka yang tengah dirundung oleh tantangan puritanisme dan populisme agama.

Baca juga: Arab Saudi minta dukungan Indonesia untuk tuan rumah Asian Games 2030

Copyright © ANTARA 2021