New York (ANTARA) - Dolar Amerika jatuh untuk sesi kedua berturut-turut pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), dengan risiko yang lebih luas berubah menjadi lebih positif, karena investor menyambut komentar calon Menteri Keuangan AS Janet Yellen tentang perlunya stimulus fiskal yang besar.

Penurunan dolar Amerika terjadi setelah kenaikan 0,6 persen sejauh tahun ini, yang membuat banyak investor lengah yang bertaruh pada penurunan lebih lanjut menyusul kelemahannya pada tahun lalu.

Greenback telah terbantu pada Januari dengan meningkatnya imbal hasil surat utang negara AS dan beberapa investor berhati-hati tentang kekuatan pemulihan ekonomi global dari pandemi virus corona. Tetapi sebagian besar analis bertahan dengan seruan mereka untuk dolar yang lebih lemah dari sini.

Yellen, muncul di hadapan Komite Keuangan Senat pada Selasa (19/1/2021), mendesak anggota parlemen untuk "bertindak besar" pada paket bantuan virus corona berikutnya, menambahkan bahwa manfaatnya lebih besar daripada biaya beban utang yang lebih tinggi.

“Sepertinya  risiko mendapat dukungan yang lebih baik hari ini. Ekspektasi kembali ke gagasan stimulus fiskal AS yang cepat," kata Simon Harvey, analis pasar valas senior di Monex Eropa di London.

“Ada pemahaman yang sedang berlangsung bahwa ada dukungan untuk stimulus fiskal yang besar dan dukungan bipartisan yang luas di Senat, sebagai lawan dari proses rekonsiliasi yang panjang,” tambahnya.

Yellen juga mengatakan nilai dolar harus ditentukan oleh kekuatan pasar, menambahkan bahwa Amerika Serikat harus menentang upaya-upaya negara lain untuk memanipulasi nilai mata uang secara artifisial untuk mendapatkan keuntungan perdagangan.

Itu kontras dengan Presiden dari Partai Republik Donald Trump, yang sering mencerca kekuatan dolar.

Namun, Mark Haefele, kepala investasi di UBS Global Wealth Management, mengatakan dalam sebuah catatan penelitian, bahwa komentar Yellen tentang dolar tidak akan dapat membalikkan tren pelemahannya.

Dia mengutip kebijakan moneter ekspansif Fed, yang telah mempertahankan suku bunga pada nol dan kemungkinan akan tetap di sana selama bertahun-tahun, sebagai salah satu alasan pelemahan greenback yang diperkirakan pada tahun ini.

Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, turun 0,3 persen menjadi 90,531, masih lebih tinggi dari level terendah lebih dari 2,5 tahun di 89,206 yang disentuh pada awal bulan ini.

Posisi jual bersih dolar AS juga telah membengkak ke level terbesar sejak Mei 2011 pada pekan lalu, yang bisa berarti kemunduran dalam menjual greenback di tengah level posisi yang ekstrim.

Dengan melemahnya dolar, euro naik 0,4 persen menjadi 1,2121 dolar, sebagian besar mengabaikan fakta bahwa Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte menghadapi mosi percaya untuk tetap menjabat. Pemerintah Conte tampaknya berada di jalur untuk bertahan dari pemungutan suara

Mata uang yang lebih bergejolak dan terkait komoditas seperti dolar Australia, juga diuntungkan dari mata uang AS yang lebih lemah, dengan Aussie naik 0,1 persen pada 0,7693 dolar.

Kenaikan harga-harga komoditas dalam beberapa bulan terakhir telah mendorong mata uang negara dengan ekspor komoditas besar, seperti Australia dan Kanada.

Sterling naik 0,3 persen terhadap dolar menjadi 1,3626 dolar. Dolar menguat 0,2 persen terhadap yen menjadi 103,86 yen, masih berkonsolidasi dalam kisaran sempit setelah mencapai tertinggi satu bulan di 104,40 yen pekan lalu.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021