Indonesia bisa dapat potensi pendapatan negara antara Rp5 triliun-Rp10 triliun kalau kita bisa layani fasilitas turun naiknya pelaut,
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia membidik potensi penerimaan negara dari layanan pertukaran awak kapal (crew change) yang diperkirakan mencapai sekitar Rp10 triliun.

Kementerian Koordinator kementerian/lembaga dan menyepakati dibukanya lima pelabuhan titik crew change, yakni di Batam, Merak, Tanjung Priok, Benoa dan Makassar.

"Indonesia bisa dapat potensi pendapatan negara antara Rp5 triliun-Rp10 triliun kalau kita bisa layani fasilitas turun naiknya pelaut," kata Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Maritim dan Investasi Basilio D. Araujo dalam konferensi pers virtual, Rabu.

Baca juga: Potensi penerimaan negara dari pelaut Indonesia capai Rp151,2 triliun

Secara rinci, Basilio mencontohkan hitungan estimasi penerimaan negara dari kegiatan crew change di Batam atau Selat Malaka yang setiap tahun dilewati sekitar 90 ribu kapal.

Dengan estimasi ada lima hingga 10 awak kapal yang naik turun, di mana pengeluaran satu orang sekitar Rp5 juta maka negara bisa memperoleh Rp2 triliun hingga Rp5 triliun setiap tahun.

"Itu baru di Selat Malaka, padahal sebenarnya potensi di Selat Malaka bisa lebih dari itu. Potensi di Selat Malaka sekarang itu bisa lakukan penukaran awak kapal antara 200-300 orang," katanya.

Baca juga: Pemerintah perkuat perlindungan pelaut dan awak kapal perikanan

Potensi serupa juga disasar di titik crew change lain di mana estimasi kapal yang melintas di Merak mencapai 56 ribu kapal, di Bali 30 ribu kapal dan di Makassar 20 ribu kapal.

"Itu baru manusianya, belum soal bunkering atau minyak, belum bicara provision atau perbekalan kapal. Itu potensinya lebih besar dari 100 miliar dolar AS," imbuhnya.

Basilio menuturkan peluang bisnis pertukaran awak kapal dibidik sejak Indonesia ikut mengambil komitmen dalam Joint Ministerial Statement of The International Maritime Virtual Summit on Crew Changes pada Juli 2020.

Kepentingan Indonesia dalam komitmen tersebut sangat tinggi karena Indonesia merupakan penyuplai pelaut terbesar ketiga di dunia sehingga banyak awak kapal Indonesia yang terdampak pandemi.

Sebagai catatan, PBB menyebut saat ini terdapat lebih dari 400 ribu pelaut yang terjebak di atas kapal dan tak bisa turun ke darat karena kapal ditolak di banyak negara.

Dengan memfasilitasi pertukaran awak kapal, pemerintah berharap bisa menggerakkan perekonomian daerah di masa pandemi sekaligus menunjukkan kepemimpinan Indonesia sebagai anggota International Maritime Organization (IMO) yang terlibat aktif untuk ikut mencari solusi bagi masalah global.

Basilio menegaskan untuk mendukung peluang tersebut, pemerintah telah berkoordinasi untuk memastikan protokol Covid-19 diterapkan sesuai standar IMO, WHO dan ILO (Organisasi Buruh Internasional).

"Kami minta semua lembaga yang ada di pelabuhan bisa menyiapkan diri dan kita buktikan di lima pelabuhan yang ditetapkan itu, semua siap dengan protokol Covid-19 sesuai standar IMO, WHO, ILO. Itu standar yang dipakai di pelabuhan untuk bisa melayani crew change," pungkas Basilio.
 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021