Jakarta (ANTARA) - Beberapa pekan ini para petani padi gundah gulana, khawatir hasil jerih payah menanam padi kemudian harus memanennya tanpa pembeli atau dengan harga jual yang rendah.

Hampir di seluruh wilayah Indonesia memasuki masa panen raya padi pada Maret hingga April 2021, namun kemudian para petani mendengar berita bahwa pemerintah akan mengimpor 1 juta ton beras dari luar negeri.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pun demikian, BPS memprediksi akan ada peningkatan produksi beras pada periode Januari-April 2021 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebelumnya.
Petugas Bulog memonitor stok beras di gudang penyimpanan Bandarlampung, Senin 15/2/2021. ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi/aa.

BPS menyebutkan potensi produksi periode Januari–April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton beras atau naik sebesar 3,08 juta ton yang setara 26,84 persen dibandingkan dengan produksi beras pada periode sama tahun 2020 sebesar 11,46 juta ton.

Potensi luas panen padi pada periode Januari–April 2021 juga mencapai 4,86 juta hektar atau mengalami kenaikan sekitar 1,02 juta hektar yaitu 26,53 persen dibandingkan periode Januari– April 2020 yang sebesar 3,84 juta hektar.

Namun di saat yang sama muncul pemberitaan bahwa pemerintah memberi penugasan pada Perum Bulog untuk mengimpor beras sebanyak 1 juta ton, di mana 500 ribu ton digunakan sebagai stok cadangan beras pemerintah (CBP) dan 500 ribu ton lainnya untuk kebutuhan komersial Bulog.

Tak menunggu lama, informasi tersebut direspon dengan jatuhnya harga gabah di tingkat petani pada beberapa wilayah di rentang harga Rp3 ribu hingga Rp4 ribu per kg. Petani pun terbebani.

Tapi bagaimanakah kondisi sebenarnya stok beras di Perum Bulog hingga isu impor beras sebanyak 1 juta ton itu muncul ke permukaan?

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI beberapa waktu lalu mengungkap kondisi stok beras di perseroannya.

Data tanggal 14 Maret 2021, jumlah stok beras yang tersedia di Bulog mencapai 883.585 ton dengan rincian 859.877 ton merupakan stok CBP, dan 23.708 ton stok beras komersial.

Menurut Buwas, panggilan akrab Budi Waseso, jumlah itu cukup untuk kebutuhan penjualan, program  Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH), dan tanggap darurat bencana sesuai dengan kebutuhan Perum Bulog.

Buwas mengungkapkan, Bulog masih menyimpan sisa beras impor yang pernah dilakukan pada tahun 2018 sebanyak 275.811 ton dengan 106.642 ton di antaranya mengalami turun mutu lantaran sudah tersimpan menahun. Pada 2018, pemerintah Indonesia mengimpor beras total sebanyak 1.785.450 ton.

Melihat adanya potensi peningkatan produksi beras di masa panen raya Maret-April 2021, Buwas tegas mengucapkan tidak akan melakukan penugasan impor beras selama masih bisa menyerap produksi beras petani dalam negeri untuk kebutuhan stok CBP maupun komersil.

"Walau kami mendapat tugas impor 1 juta ton, belum tentu kami laksanakan, karena kami tetap prioritaskan produk dalam negeri sekarang yang mencapai masa puncak panen raya," kata purnawirawan Komisaris Jendral Polisi tersebut.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI menyampaikan bahwa stok beras pada akhir Desember 2020 sebanyak 7.389.575 ton.

Pada periode Januari-Mei 2021, Kementerian Pertanian memperkirakan produksi beras dalam negeri mencapai 17.511.596 ton beras sehingga total jumlah stok beras hingga Mei 2021 sebanyak 24.901.172 ton.

Sementara perkiraan kebutuhan beras untuk konsumsi 270 juta penduduk Indonesia sebanyak 12.336.041 ton hingga Mei 2021. Artinya, neraca stok beras sampai dengan Mei 2021 masih tersedia 12.565.130 ton.

Data Kementerian Pertanian per minggu kedua Maret 2021, total stok beras Indonesia mencapai 6.790.241 ton. Dengan kondisi tersebut, Mentan menegaskan tidak perlu adanya impor jelang masa panen raya padi yang tengah berlangsung saat ini.


Optimalisasi Panen Raya

Setelah Dirut Bulog berkomitmen untuk menyerap hasil produksi beras para petani, Menteri Pertanian pun demikian, dengan segera membentuk Tim Terpadu Gerakan Serap Gabah Petani dalam surat Menteri Pertanian Nomor 28/TP.100/M/03/2021.

“Kita bantu petani semaksimalnya. Saya meminta jajaran Kementerian Pertanian untuk membentuk Tim Terpadu Gerakan Serap Gabah Petani guna menstabilkan harga gabah di tingkat petani,” kata Mentan Syahrul.

Tim Terpadu ini terdiri atas Kementerian Pertanian, Perum Bulog, Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kodim, Polres, Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi), serta Komando Strategi Penggilingan Padi (Kostraling). Tim ini akan membeli gabah di tingkat petani sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP).

Sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2015 Tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah, Perum Bulog mendapatkan penugasan khusus untuk melakukan pengadaan gabah atau beras untuk stok cadangan beras pemerintah.

Pengadaan gabah atau beras tersebut mengacu pada ketentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ketetapannya diberlakukan untuk menjaga harga gabah atau beras di tingkat petani agar tidak anjlok.

Tim Terpadu Gerakan Serap Gabah Petani tersebut sudah mulai belanja gabah seperti yang dilakukan Sragen Jawa Tengah, dengan menyerap gabah petani sebanyak 17.580 ton dan di Banten sebanyak 53 ribu ton, serta di sentra-sentra produksi padi lainnya.
Dokumentasi - Presiden Joko Widodo mengamati sejumlah petani yang sedang panen raya di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (3/10/2015). ANTARA FOTO/Maulana Surya/nz/aa.


Langkah serap gabah ini akan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia agar penurunan harga akibat panen raya bisa diantisipasi sekaligus dapat memenuhi stok cadangan beras pemerintah.

Budi Waseso mengatakan Bulog sudah mulai membeli gabah kering giling dari petani langsung dengan harga Rp5.300 per kilogram, di mana jika dijual kepada para tengkulak hanya dihargai sekitar Rp3.000 per kilogram.

Buwas meyakini Bulog bisa menyerap setidak-tidaknya 500 ribu ton beras dari para petani senusantara pada masa panen raya ini yang akan digunakan untuk stok CBP.

Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi baru-baru ini pun menjamin bahwa tidak akan ada impor beras yang dilakukan oleh pemerintah pada saat petani di Indonesia memasuki masa panen raya.

“Saya jamin tidak ada impor ketika panen raya. Dan hari ini tidak ada beras impor yang menghancurkan harga petani," kata Mendag M Luthfi.

Mendag memperhitungkan stok beras Bulog yang saat ini sebanyak 870.620 ton, dan 275.811 ton di antaranya merupakan sisa beras impor tahun 2018 yang sudah menahun serta turun mutu, hanya menyisakan kurang dari 600 ribu ton yang menurutnya terendah sepanjang sejarah penyimpanan beras Bulog.

Mendag memastikan tidak akan ada impor beras apabila stok beras Bulog setidaknya mencapai 1 juta ton dengan kualitas yang siap pakai.

Wacana impor beras seketika mengemuka. Namun tidak selang berapa lama solusi pun langsung dikeluarkan dengan mengedepankan data dan angka untuk menentukan kebijakan yang tepat.

Untuk itu, langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah melalui sinergi berbagai kementerian-lembaga diharapkan bisa menyerap hasil petani dalam negeri, serta memenuhi stok beras untuk konsumsi dan cadangan beras pemerintah.

Semoga dengan langkah ini harga gabah tidak anjlok lagi, dan petani bisa sejahtera. Itulah harapan kita semua.

Kecukupan persediaan beras yang disampaikan Bulog dan neraca beras yang ditampilkan Kementerian Pertanian dan ditambah pasokan panen, menunjukkan bahwa kebutuhan beras nasional sangat mencukupi.

Artinya, semoga swasembada beras ini jangan cepat berlalu.
Baca juga: Mendag jamin tak ada impor beras saat petani panen raya
Baca juga: Bulog diminta tingkatkan penyerapan gabah petani
Baca juga: CIPS sebut izin impor digunakan untuk antisipasi kurangnya pasokan

 

Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021