varian-varian baru merupakan hal yang normal terjadi pada virus jenis apapun
Jakarta (ANTARA) - Virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 telah bermutasi ke dalam sejumlah varian yang daya penularannya lebih cepat sehingga kewaspadaan dan langkah pencegahan harus terus dilakukan.

Saat ini telah ada sejumlah varian baru virus corona baru seperti D614G, B1351, P1, N439K dan terakhir mutasi virus dari Inggris B117.

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan sudah membuat langkah-langkah untuk mencegah penyebaran mutasi virus Corona B117 yang pertama kali terdeteksi di Inggris dan sekarang sudah ada di Indonesia.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit MenularLangsung Ditjen P2P Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pemerintah terus memantau mutasi virus corona karena sudah menjadi karakter virus untuk selalu bermutasi.

Kasus penularan virus corona varian B117 saat ini ditemukan di Sumatera Selatan pada 11 Januari 2021, di Kalimantan Selatan pada 6 Januari 2021, di Kalimantan Timur pada 12 Februari 2021 dan di Sumatera Utara pada 28 Januari 2021.

Bukan tidak mungkin virus itu akan menyebar ke seluruh wilayah karena tidak ada wilayah yang tertutup di Indonesia sehingga penguatan '3M' (protokol kesehatan memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak) menjadi sebuah keharusan. Selain itu deteksi dini dengan penguatan testing, peningkatan pelacakan kasus dan isolasi, menjadi langkah yang dilakukan untuk mencegah penyebaran varian baru virus corona.

Kementerian Kesehatan masih menjamin vaksin yang sekarang digunakan pemerintah masih efektif untuk mencegah penularan mutasi virus itu sehingga upaya percepatan vaksinasi COVID-19 seperti terus berpacu agar sebagian masyarakat Indonesia bisa kebal terhadap paparan virus yang berarti mengurangi ruang sebar virus itu, termasuk yang sudah bermutasi.

"Virus ini lebih cepat menular, tapi tidak menyebabkan bertambah parahnya penyakit," kata Siti Nadia yang juga Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes.

Siti Nadia meminta jika ada warga yang merasakan gejala-gejala terinfeksi COVID-19 agar segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.

Baca juga: Kalbe: RT LAMP Saliva bisa mendeteksi varian B117 dari Inggris

Cepat menular

Sampai sekarang belum ada laporan yang menunjukkan varian baru virus corona tersebut menimbulkan gejala sakit berat pada pasien. Kendati demikian, ada hasil penelitian yang menunjukkan varian virus corona tersebut lebih cepat menular ketimbang pendahulunya.

Siti Nadia melihat bahwa mutasi ini karena terjadi pada bagian 'spike' virus tadi yang menyebabkan lebih mudah masuk ke dalam sel sasaran dibandingkan varian yang lama.

Kemenkes telah melacak riwayat kontak erat empat orang yang dikonfirmasi terinfeksi virus corona varian B117. Berdasar hasil pemeriksaan, keluarga dan orang yang berinteraksi dengan mereka tidak ada yang tertular COVID-19. Sampai saat ini tidak ada keluarga ataupun kontak erat yang kemudian positif terserang virus corona.

Beruntung vaksinasi COVID-19 yang sudah digelar di Indonesia, bisa memberikan perlindungan terhadap hasil mutasi virus corona tersebut sehingga bisa meredam keresahan warga terkait varian virus itu. Hingga saat ini belum ada penelitian atau bukti ilmiah yang menunjukkan vaksin yang telah diproduksi dan yang telah digunakan di berbagai dunia tidak bisa melindungi dari virus varian baru ini.

Selain B117, varian baru hasil mutasi virus corona yang mengemuka di Indonesia adalah varian N439K. Siti Nadia Tarmizi mengatakan mutasi virus corona N439K yang telah ada di Indonesia sejak November 2020, hingga saat ini belum ada peringatan dari Lembaga Kesehatan Dunia WHO untuk memberikan perhatian khusus kepada varian itu.

Ia menegaskan, varian N439K, sebenarnya merupakan mutasi tunggal dan jenis varian ini bukan yang oleh WHO diminta untuk diberi perhatian khusus.

Virus N439K lebih dahulu ditemukan dibandingkan varian B117. Namun yang mendapat perhatian khusus berdasarkan rekomendasi WHO adalah mutasi virus B117 dari Inggris, B1351 dari Afrika Selatan dan P1 dari Brasil. Di Indonesia diduga sudah ada berbagai varian virus corona, seperti D614G, B117 dan N439K.

Siti Nadia meyakini WHO akan melakukan kajian yang lebih luas terkait varian N439K, apakah kemudian virus ini menjadi salah satu yang memang perlu mendapat perhatian khusus atau tidak.

Biasanya WHO akan mengumumkan setelah kajian dari para ahli yang berasal dari berbagai negara telah rampung, termasuk tingkat keganasan N439K apakah lebih menyebabkan keparahan penyakit COVID-19 atau tidak.

Sementara itu Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan salah satu karakteristik varian baru virus COVID-19 jenis N439K adalah lebih cepat hilang. Menkes menyatakan itu menanggapi laporan Satgas Ikatan Dokter Indonesia (Satgas IDI) yang menyebutkan kemunculan 48 kasus N439K telah terjadi di Indonesia.

Budi mengatakan virus yang kali pertama dilaporkan terjadi di Skotlandia pada Maret 2020 itu sebenarnya sudah cukup lama masuk ke Indonesia. Varian ini sebenarnya juga sudah ada di beberapa negara di Eropa dan telah terdeteksi oleh Lembaga Kesehatan Dunia (WHO).

Ia menyebutkan N439K tidak termasuk bagian dari Variant of Interest (VOI) dan Variant of Concern (VOC) WHO. VOI merupakan salah satu instrumen WHO dalam mengklasifikasikan mutasi virus yang terbukti menyebabkan penularan. Mutasi virus bisa naik statusnya menjadi VOC jika terbukti memiliki tingkat penularan dan keparahan lebih tinggi serta menjadi ancaman pada mekanisme penanganan kesehatan.

Sejumlah pakar meyakini, mutasi virus corona itu sudah ada ratusan bahkan mungkin ribuan jumlahnya. Untuk mengidentifikasi itu, WHO punya protokol standar, ada yang masuk VOI karena mereka ada potensi penularan dan tingkat fatalitasnya tapi masih dugaan. WHO akan teliti lebih dalam untuk strain baru yang masuk (klasifikasi) VOI.

Jika nanti terbukti bisa meningkatkan laju penularan atau fatalitas, varian tersebut akan masuk dalam klasifikasi VOC yang diberitahukan kepada dunia agar diwaspadai.  Sampai saat ini varian N439K tidak masuk dalam klasifikasi VOI maupun VOC di WHO.

Baca juga: LIPI sebut mutasi N439K sebabkan virus dapat menghindari antibodi



Didominasi D614G

Kelompok Kerja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan varian virus corona D614G merupakan varian yang mendominasi kasus positif COVID-19 di Indonesia bahkan di seluruh dunia hingga saat ini.

Ketua Pokja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM dr Gunadi menyebutkan varian ini tidak berpengaruh pada derajat keparahan dan banyak ditemukan pada kasus positif orang tanpa gejala (OTG), pasien kondisi ringan, sedang hingga berat. "D614G ini masih mendominasi 92 persen virus penyebab COVID-19 di dunia," kata dia.

Sementara untuk varian baru virus corona B117, Gunadi mengungkapkan belum ditemukan kasus itu di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan. Ia mengatakan, sudah ada  51 sampel yang ikut pemeriksaan 'whole genom sequencing (WGS)' virus SARS-CoV-2 (penyebab COVID-19) dari dua daerah tadi, belum ada varian B117.

Pemeriksaan sampel dengan metode WGS atau pengurutan keseluruhan genom dari virus SARS-CoV-2 rutin dilakukan pokjanya untuk wilayah DIY dan Jateng bagian selatan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan RI.

WGS diprioritaskan untuk sampel pasien COVID-19 yang baru tiba dari luar negeri baik WNI atau WNA, pasien dengan gejala berat, pasien yang mengalami reinfeksi, serta lansia dan anak-anak. Dari 474 sampel virus corona hasil WGS yang dikirimkan Indonesia kepada platform data virus influenza internasional (GISAID) sampai 4 Maret 2021, 51 sampel di antaranya disumbang oleh pokjanya. Dari 474 sampel itu juga yang kemudian ditemukan dua sampel di Karawang yang mengandung varian Inggris (B117).

Gunadi mengatakan berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 51 sampel pasien COVID-19 di DIY dan Jateng bagian selatan pada Februari 2021, sebagian besar masih didominasi oleh varian D614G.

Ia menyebutkan bermutasi dengan membentuk varian-varian baru merupakan hal yang normal terjadi pada virus jenis apapun untuk bertahan. Beberapa varian hasil mutasi SARS CoV-2 yang sejauh ini sudah ada di antaranya varian Afrika Selatan, varian Brasil sampai varian Rusia.

Virus terus mengalami mutasi begitu juga dengan virus penyebab COVID-19 yang telah berkembang dalam sejumlah varian. Bisa saja varian baru yang muncul memiliki daya penularan yang lebih cepat dan mematikan sehingga kewaspadaan dan langkah pencegahan harus terus dilakukan.

Baca juga: Satgas imbau masyarakat tak panik pada varian baru COVID-19
Baca juga: Enam pasien B117 di Indonesia telah semuanya pulih












Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021