Mohon maaf, saya berani mengatakan bukan PKI bahaya laten kita, tapi radikalisme dan terorisme yang selalu mengancam kita ini
Jakarta (ANTARA) -
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj menyebutkan ajaran Wahabi dan Salafi merupakan salah satu pintu masuk terorisme di Indonesia.
 
"Kalau kita benar-benar sepakat, satu barisan ingin menghadapi, menghabiskan atau menghabisi jaringan terorisme dan radikalisme, benihnya dong yang harus dihadapi. Benihnya, pintu masuk yang harus kita habisin. Apa? Wahabi. Ajaran Wahabi itu pintu masuk terorisme," kata Said Aqil dalam webinar bertajuk 'Mencegah Radikalisme dan Terorisme Untuk Melahirkan Keharmonisan Sosial', yang ditayangkan TVNU, di YouTube, Selasa.
 
Namun, dia menegaskan ajaran Wahabi bukan terorisme, tetapi pintu masuk terorisme karena ajarannya dianggap ajaran ekstrim.
 
"Wahabi bukan terorisme tapi pintu masuk. Kalau udah wahabi ini musyrik, ini musyrik, ini 'biddah', ini gak boleh, ini sesat, ini 'dholal', ini kafir, itu langsung satu langkah lagi, satu 'step' lagi, sudah halal darahnya boleh dibunuh. Jadi benih pintu masuk terorisme adalah Wahabi dan Salafi. Wahabi dan Salafi adalah ajaran ekstrim," tutur Said Aqil.
 
Dikatakannya, ledakan bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, pada Minggu (28/3) menunjukkan bahaya laten terorisme masih mengancam Indonesia.

Baca juga: Wapres utamakan pendidikan kemajemukan untuk atasi radikalisme

Baca juga: Wapres minta masyarakat tak terprovokasi pemahaman radikal
 
Bahaya laten yang dihadapi Indonesia, kata dia, bukan lagi paham komunisme atau Partai Komunis Indonesia (PKI), melainkan terorisme dan radikalisme.
 
"Mohon maaf, saya berani mengatakan bukan PKI bahaya laten kita, tapi radikalisme dan terorisme yang selalu mengancam kita ini," papar-nya.
 
Menurut informasi yang diperolehnya, kata dia, masih ada enam ribu pelaku terduga terorisme yang belum tertangkap oleh kepolisian.
 
Said Aqil pun menduga kelompok teroris ini merupakan bagian dari jaringan Jamaah Asharut Daulah (JAD).
 
Kelompok itu bisa lebih ekstrem dibandingkan Jamaah Ansharut Tauhid pimpinan Abu Bakar Baasyir karena JAD beranggapan, seluruh pihak yang berseberangan dengan mereka adalah kafir.
 
"Beda dengan Ansharut Tauhid, JAT Abu Bakar Baasyir itu yang disasar nonmuslim, gereja, nonmuslim yang harus dihabisin. Kalau JAD, kita semua halal darahnya," ujarnya.
 
Dirinya pun meminta aparat kepolisian tak ragu dalam menindak kelompok maupun jaringan terorisme di Indonesia.
 
Apalagi, agama Islam dan Al Quran tidak pernah mengajarkan untuk melakukan aksi kekerasan, apalagi aksi terorisme hingga membunuh orang lain.
 
"Saya harap kepada polisi tidak ragu, gamang dalam memberantas terorisme. Kalau mau dalil, saya kasih dalilnya," ujar Said Aqil menegaskan.

Baca juga: Presiden Jokowi ajak seluruh masyarakat perangi terorisme-radikalisme

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021