Jakarta (ANTARA) - Menjadi pekerja migran bagi sebagian orang mungkin jadi suatu impian karena bisa bekerja di luar negeri dengan upah yang jauh lebih besar dari pada di dalam negeri, baik bekerja secara formal maupun informal.

Bagi sebagian yang lain, bekerja di luar negeri menjadi keterpaksaan karena minimnya peluang kerja di dalam negeri sehingga bekerja apa saja dilakoni asal bisa mendapat gaji atau upah yang memadai, meski harus berpisah dari keluarga.

Bagi sebagian lain lagi, bekerja di luar negeri merupakan pelarian dari masalah pribadi sehingga jauh dari kampung atau tempat tinggal asal dianggap bisa melupakan problema yang menggelayutinya, meski mungkin tak menyelesaikannya.

Lebarnya motivasi menjadi pekerja migran, ditambah minimnya pengetahuan tentang dunia kerja di luar negeri menjadikan mereka sasaran empuk bagi para penipu dalam menjalankan aksinya.

Praktik penipuan atas calon pekerja migran (dahulu dilabel tenaga kerja Indonesia atau TKI) sudah berlangsung lama. Mungkin seumur dengan program penempatan pekerja migran itu sendiri.

Kondisi ini menjadi permasalahan tak terselesaikan karena kasus baru dengan praktik penipuan yang sama selalu terulang.

Akar masalahnya, minimnya pengetahuan calon pekerja migran, kurangnya sosialisasi dan canggihnya para penipu dalam menjalankan aksinya.

Terakhir, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengungkapkan sudah 15 kali melakukan penggerebekan penampungan calon pekerja migran ilegal dan menyelamatkan sebanyak 640 orang, termasuk 28 warga NTB yang tiba di daerahnya pada Selasa (30/3).

Belakangan, kasus penipuan diungkapkan oleh BP2MI terhadap 33 calon pekerja migran dengan meraup sejumlah uang dan pemalsuan visa ke Taiwan dan ditampung di lembaga yang mengaku sebagai lembaga pendidikan di Jalan Padasuka, Kota Bandung.

Alasannya, mereka akan membantu mengatur penempatan calon pekerja ke Taiwan.

Baca juga: Menaker minta kejelasan soal kebijakan penempatan pekerja dari Taiwan

Baca juga: Ketika kiriman uang pekerja migran terhambat pandemi



Masih tutup

Kasus ini terungkap dari laporan Taipei Economic and Trade Office (TETO) di Jakarta, ketika ada calon pekerja migran yang mengecek kebenaran visa dan perjanjian kerja. Calon pekerja migran juga mengungkapkan bahwa 31 orang teman senasib telah diwawancarai oleh oknum yang mengaku dari TETO Taiwan di sebuah lembaga pendidikan di Jalan Padasuka, Bandung.

Sebelumnya, Unit Pelaksana Teknis (UPT) BP2MI Jawa Barat menggrebek sebuah rumah kontrakan di Jalan Kanpung Keramat 22-50, RT 05/04, Kelurahan Jatimelati, Kecamatan Pondok Melati, Bekasi, pada akhir bulan lalu, yang menampung enam calon pekerja migran yang akan diberangkatkan ke Abu Dhabi dan Dubai. Mereka berasal dari Lombok Timur, Lombok Tengah, Cilacap, Bandung, dan Sukabumi.

Penggerebekan juga dilakukan di dua lokasi lainnya di yakni di Duren Sawit dan di salah satu kamar di sebuah apartemen Bs Jakarta Timur dan menggagalkan penempatan secara ilegal sebanyak 25 calon pekerja migran.

Terkait kasus penempatan penipuan calon pekerja migran ke Taiwan, TETO di Jakarta memberikan klarifikasi bahwa kantornya yang di Jakarta dan Surabaya tidak pernah menugaskan karyawannya ke perusahaan penempatan dan lembaga pendidikan untuk melakukan wawancara visa dengan tujuan penempatan ke Taiwan pada saat menunggu pelatihan kerja.

Setelah calon pekerja migran menyelesaikan pelatihan kerja, kemudian pada saat mengajukan permohonan visa, mereka harus datang ke TETO Jakarta maupun TETO Surabaya untuk pengambilan sidik jari secara langsung.

Apabila diperlukan untuk melakukan wawancara, akan dilakukan di kantor TETO dan bukan dengan menugaskan karyawannya ke perusahaan penempatan atau ke lembaga pendidikan.

TETO Jakarta juga sudah mengindentifikasi pemalsuan visa melalui pemeriksaan format, data, dan nomor visa yang dipegang oleh korban.

Kantor perwakilan itu kembali mengingatkan bahwa Pemerintah Taiwan hingga kini masih menangguhkan penempatan ke negaranya karena pertimbangan pandemi COVID-19.

Masyarakat Indonesia diimbau agar jangan percaya pada rumor dan informasi yang tidak benar. Informasi mengenai pembukaan kembali penempatan pekerja migran Taiwan akan diumumkan TETO sendiri secara resmi.

Baca juga: Menaker Ida resmikan workshop pelatihan bagi calon pekerja migran

Lingkaran sempurna

Kasus penipuan penempatan pekerja migran memang acap kali melibatkan perwakilan negara asing, karena penipu tidak segan-segan mencatut nama mereka.

Tidak hanya itu, penipu juga mencatut lembaga resmi di dalam negeri, bahkan Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mensinyalir sindikat penempatan illegal itu tidak hanya melibatkan oknum pemilik modal, tapi juga aparatur berseragam.

Jika kondisinya sudah demikian, tugas pemerintah dan aparat penegak hukum semakin berat karena bukan sekadar menghadapi ketidaktahuan pencari kerja dan oknum masyarakat yang mencari keuntungan dengan cara menipu, tetapi juga berhadapan dengan pemilik modal dan oknum aparat berseragam.

Mafia dan sindikat itu menemukan lingkaran sempurna dari praktik kejahatan kemanusiaannya demi kesenangan yang sedikit dengan memperdaya anak bangsa sendiri.

Keterbukaan, sosialisasi, peningkatan pengetahuan masyarakat, khususnya pencari kerja dan kepastian hukum serta peraturan diyakini bisa memotong mata rantai kejahatan tersebut.

Masyarakat yang berpendidikan dan melek aturan tidak mudah "dikibulin" dengan janji manis serta khayal palsu yang meninabobokan. Mereka akan memilih prosedur yang benar dari sumber yang benar untuk perbaikan masa depan mereka meski harus bekerja di luar negeri.

Baca juga: TETO: Taiwan masih tangguhkan penempatan pekerja migran karena pandemi

Baca juga: Menaker dan Dubes Jepang bahas peningkatan kerja sama penempatan PMI

Copyright © ANTARA 2021