Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI menolak permohonan yang diajukan tiga pemohon terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur.

"Dalam pokok permohonan menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan sidang sengketa Pilkada Kabupaten Sabu Raijua yang disiarkan MK secara daring di Jakarta, Kamis.

Dalam eksepsi yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman terdapat dua poin yakni menyatakan eksepsi termohon dan pihak terkait berkenaan dengan kedudukan hukum para pemohon beralasan menurut hukum.

Pertama, menyatakan para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Tiga pemohon tersebut yakni Herman Lawe Hiku (pemohon pertama) dimana dalam sengketa tersebut bertindak sebagai perseorangan Warga Negara Indonesia (WNI) dan terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sabu Raijua 2020.

Baca juga: MK minta Dirjen Imigrasi profesional terkait sengketa pilkada

Baca juga: Dirjen Keimigrasian akui paspor AS milik Orient tidak terdeteksi


Kedua, Marthen Radja sebagai pemohon kedua yang juga bertindak sebagai perseorangan WNI serta terdaftar di DPT pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sabu Raijua.

Terakhir, Majelis Hakim MK juga menolak permohonan pemohon ketiga yakni Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi (Amapedo) Kabupaten Sabu Raijua yang diketuai oleh Yanuarse Bawa Lomi.

Setelah Mahkamah mempelajari objek permohonan pemohon, ternyata yang dimohonkan oleh pemohon yakni pembatalan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sabu Raijua tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan Bupati dan Wakil Bupati setempat.

Adapun para pemohon dalam permohonan a quo yang terdiri dari perseorangan dan aliansi masyarakat Amapedo dinilai tidak memenuhi ketentuan pasal 157 ayat 4 Undang-Undang 10 tahun 2016 dan pasal 4 ayat 1 PMK 6 tahun 2020.

Artinya, para pemohon tidak memenuhi salah satu syarat formil sebagai pemohon yang memiliki kedudukan hukum. Sebab, untuk memiliki hukum di samping sebagai calon pasangan calon juga harus memenuhi ketentuan pasal 158 UU 10 tahun 2016.

Baca juga: Kuasa Hukum: KPU tidak cermat loloskan WNA sebagai calon bupati

Baca juga: KPU Sabu Raijua duga kewarganegaraan ganda Orient karena Bawaslu lalai

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021