Jakarta (ANTARA) - Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) M Nur Rizal mengatakan pandemi COVID-19 menjadi titik balik perubahan paradigma dan perilaku pendidikan.

“Pandemi ini tidak hanya dimaknai sekedar persoalan tidak bisa tatap muka, tetapi justru menjadi titik balik bagaimana melakukan reorientasi paradigma di bidang pendidikan dan perilaku atau budaya-budaya lamanya,” ujar Rizal dalam dialog di Jakarta, Ahad.

Rizal menambahkan perubahan paradigma ini perlu terwujud bukan hanya karena desakan pandemi COVID-19, tetapi juga terdisrupsi karena berada pada era yang sangat tidak menentu dan perubahannya terjadi begitu cepat.

Baca juga: Pendidikan masa pandemi, pendidikan kehidupan
 

Dia menjelaskan, perubahan paradigma ini tidak hanya menyasar sekolah melainkan juga ke pemerintah, sehingga jika perubahan paradigma ini terwujud di seluruh lini pemangku kepentingan pendidikan maka mereka akan mengerti bahwa tujuan utama pendidikan itu adalah memberikan dampak intelektual dan spiritual siswa.

"Fungsi pemerintah itu harus memastikan siswanya ke depan mendapatkan pembelajaran yang lebih konstektual, relevan dan membumi dengan persoalan-persoalan nyata,” tambah dia.

Rizal meyakini, jika perubahan ini bisa dimaknai secara holistik maka dunia pendidikan yang dikelola secara penuh oleh para stakeholder pendidikan akan bisa memberikan ruang membangun kepada siswa. Agar siswa pun bisa menemukan versi terbaiknya di dalam proses belajar mengajar.

Baca juga: Kasal larang siswa lembaga pendidikan TNI AL pesiar guna cegah Corona
 

Proses belajar yang menekankan pendidikan pada pengembangan talenta, minat, bakat yang berbeda supaya anak dapat tumbuh dengan kualitas yang sama.

Pembelajaran yang fokus kepada versi terbaik anak inilah, ujarnya, yang dapat menjadi dasar dalam perubahan kurikulum, asesmen, dan pengembangan guru.

Selain itu perubahan, agar guru tidak hanya melakukan transfer ilmu saja, namun juga memfasilitasi anak untuk menemukan solusi sendiri dari setiap permasalahan yang dihadapi.

Baca juga: Pemerhati: Prakondisi harus dinyatakan aman sebelum pembukaan sekolah
 

“Gurunya itu menuntun kodrat anak-anak kita. Jika di depan dia memberi inspirasi, di tengah menjembatani dan di belakang mendorong anak-anak kita sehingga semua anak secara inklusif mendapat pendidikan dengan kualitas yang sama,” tambah dia.

Pihaknya melakukan survei pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi. Survei ini 94 persen dilakukan di sekolah jejaring GSM. Hasilnya 20 persen menyatakan senang sedangkan 80 persen tidak senang. Survei menunjukkan bahwa siswa senang melakukan PJJ karena belajarnya santai (23 persen), waktunya fleksibel (11 persen) dan kemampuan internet yang naik (10-15 persen).

Sementara siswa yang menjawab tidak senang PJJ itu karena bosan (20-26 persen), rindu ketemu dan bermain dengan teman (40 persen), kurang paham instruksinya (19 persen), kendala internet (13-14 persen) dan susah konsentrasi (14-15 persen).

Menurut dia, yang menarik dari hasil survei ini adalah siswa lebih senang dengan metode pembelajaran PJJ berbasis proyek atau berbasis pada solusi dibandingkan hanya sekadar membahas materi dari LKS.

Pewarta: Indriani
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2021