PNBP dan pajak selama ini menimbulkan ketegangan yang permanen antara pusat dan daerah
Jakarta (ANTARA) - Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Kendari Syamsu Anam Illahi menyatakan rencana Kementerian Kelautan dan Perikanan mencanangkan target tinggi untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) perikanan harus dapat dikomunikasikan secara akurat kepada para pemangku kepentingan.

"PNBP dan pajak selama ini menimbulkan ketegangan yang permanen antara pusat dan daerah, sehingga kebijakan ini harus dikomunikasikan dengan baik," kata Syamsu dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Seperti diketahui, KKP menargetkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan perikanan pada tahun 2024 mencapai Rp12 triliun. PNBP dari sektor tersebut pada tahun 2020 lalu hanya sekitar Rp600 miliar.

Menurut dia, rencana kenaikan pungutan PNBP perikanan mempertegas sinyalemen bahwa secara umum kebijakan keuangan pemerintah saat ini mengarah kepada resentralisasi fiskal.

Syamsu mengatakan bahwa kenaikan pungutan PNBP perikanan nantinya mesti diikuti dengan kebijakan repatriasi manfaat PNBP kepada semua pihak. "Harus clear, manfaat yang didapat harus sama dengan pajak yg diberikan," kata Syamsu.

Sementara itu, Direktur Ocean Solutions Suhana menyatakan terdapat kekeliruan formula PNBP yang baru dan perlu dikoreksi sebelum diberlakukan.

"Formula saat ini kurang pas sebab memasukkan nilai produksi yang ditangkap oleh semua jenis kapal, padahal selama ini PNBP hanya dipungut pada kapal ukuran di atas 30 GT," katanya.

Sebagaimana diwartakan, industri sektor perikanan tangkap akan dikenakan PNBP Sumber Daya Alam (SDA) perikanan pascaproduksi mulai Juni 2021 yang akan diterapkan secara bertahap hingga pelaksanaan secara penuh dan menyeluruh pada akhir tahun 2021.

Direktur Jenderal Perizinan dan Pelayanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Ridwan Mulyana dalam webinar yang dipantau di Jakarta, Selasa (27/4), mengatakan implementasi PNBP SDA perikanan akan diterapkan secara terbatas di pelabuhan

Ridwan mengatakan PNBP SDA perikanan berbeda-beda tergantung kualitas dan jenis ikan serta produktivitas kapal dalam sekali tangkap. PPNBM ini dibayar di muka bagi pelaku usaha perikanan tangkap saat mendaratkan tangkapannya kepada syahbandar di pelabuhan perikanan. PNBP ini juga menjadi syarat bagi kapal untuk mendapatkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) yang dikeluarkan oleh syahbandar di pelabuhan perikanan.

"Tahun 2021 mulai peralihan di bulan Juni dilakukan terbatas di pelabuhan-pelabuhan yang sudah siap. Baik PPNBM praproduksi dan mulainnya pascaproduksi, yang secara penuh dilaksanakan pada akhir Desember 2021," kata Ridwan.

Dia juga menerangkan saat ini pemerintah telah menyiapkan implementasi PNBP perikanan pascaproduksi mulai dari konsolidasi data dan informasi untuk penetapan target PNBP perikanan, kesiapan dan pengembangan pelabuhan perikaan seperti fasilitas dan SDM, dukungan teknologi informasi seperti aplikasi yang terintegrasi dengan pelabuhan perikanan, dukungan regulasi, serta koordinasi dan komunikasi dengan para pemangku kepentingan terkait.

Ridwan menegaskan nantinya hasil PPNBM SDA perikanan ini nantinya akan dikembalikan lagi kepada nelayan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Baca juga: Sektor perikanan tangkap akan dikenakan PNBP pascaproduksi mulai Juni
Baca juga: KKP: Paradigma sanksi administratif dapat tingkatkan PNBP perikanan
Baca juga: KKP targetkan PNBP sekor kelautan dan perikanan capai Rp12 triliun

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021