Majelis komisi menyimpulkan telah terjadi perlakuan berbeda atau diskriminasi oleh para terlapor antara Netflix dan penyedia SVOD lain.
Makassar (ANTARA) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. dan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) tidak terbukti melanggar peraturan perundang-undangan dalam perkara dugaan praktik diskriminasi terhadap Netflix terkait dengan penyediaan layanan akses internet provider.

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Ketua Majelis Komisi Kurnia Toha didampingi Chandra Setiawan dan Yudi Hidayat dalam sidang yang digelarnya secara daring, Kamis, mengatakan bahwa para terlapor PT Telkom dan PT Telkomsel diputus tidak terbukti melakukan pelanggaran undang-undang yang berujung pada persaingan usaha tidak sehat.

"Perkara ini berawal dari penelitian inisiatif seiring dengan temuan yang mengemuka di publik terkait dengan pemblokiran akses pelanggan berbagai jaringan yang dimiliki PT Telkom dan PT Telkomsel dalam mengakses konten Netflix sejak 2016 hingga akhir 2018," ujarnya dalam sidang tersebut.

Baca juga: PT Telkom siap jalankan skenario "The New Normal" setelah Lebaran

Atas temuan itu, kata Kurnia, pihaknya melanjutkan perkaranya ke tahapan penyelidikan dan persidangan dengan perkara No. 08/KPPU-I/2020 tentang dugaan praktik diskriminasi PT Telkom dan PT Telkomsel terhadap Netflix terkait dengan penyediaan layanan akses internet provider.

Pada proses persidangan, majelis komisi menemukan bahwa memang telah terjadi perilaku pemblokiran atau penutupan akses internet untuk layanan Netflix oleh para terlapor. Telkom melakukan pemblokiran di jaringan tetap (fixed broadband) dan Telkomsel melakukan pemblokiran pada jaringan bergerak (mobile broadband).

Dalam hal tersebut, majelis komisi menyimpulkan telah terjadi perlakuan berbeda atau diskriminasi oleh para terlapor antara Netflix dan penyedia Subscription Based Video on Demand (SVOD) lain.

Meski demikian, majelis komisi juga menemukan bahwa pemblokiran tersebut tidak mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

"Pemblokiran tidak mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat, mengingat ditemukannya berbagai bukti, antara lain tindakan tersebut dilakukan untuk menghindarkan dari kemungkinan dikenakannya pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016," katanya.

Selain itu, kata Kurnia, tidak adanya kerugian yang dialami Netflix dan konsumen masih bisa memiliki pilihan untuk melihat layanan Netflix melalui penyedia lainnya.

Dengan memperhatikan berbagai fakta, penilaian, analisis, dan kesimpulan pada masa persidangan, majelis komisi memutuskan bahwa PT Telkom dan PT Telkomsel tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 Huruf d UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Baca juga: Pemprov Maluku - PT Telkom manfaatkan Palapa Ring

Majelis komisi lantas memberi rekomendasi kepada komisi untuk memberikan saran pertimbangan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk membuat regulasi atau peraturan mengenai over the top yang antara lain meliputi Advertising Based Video on Demand (AVOD), Transactional Video on Demand (TVOD), dan Subscription Based Video on Demand (SVOD), mengingat hingga saat ini belum ada aturan mengenai over the top, padahal menggunakan infrastruktur jaringan Internet Service Provider (ISP) dan terus tumbuh secara signifikan.

"Termasuk di dalamnya mengenai aturan pemblokiran dan situs internet bermuatan negatif, serta membuat aturan terkait hal-hal yang harus dipatuhi dalam kerja sama antara pelaku usaha ISP dan pelaku usaha over the top karena selain terkait dengan aspek privat (business to business) terdapat juga aspek publik," ucapnya.

Pewarta: Muh. Hasanuddin
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021