Itu untuk menjawab tantangan pendidikan di masa pandemi COVID-19
Jakarta (ANTARA) - Pelaksanaan uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) di Jakarta yang berakhir pada 29 April 2021 dinilai berlangsung baik.

Itu karena tanpa terjadi siswa maupun guru yang terpapar COVID-19 sehingga Pemprov DKI Jakarta memutuskan melanjutkan kegiatan ini meski dengan tetap mengombinasikan dengan program belajar daring.

Siswa, baik di tingkat SD sampai SMA berharap Pemprov DKI dapat membuka semua sekolah untuk melaksanakan pembelajaran PTM.

Karena pengalaman selama belajar daring selama ini, dirasakan masih banyak kendala dalam pelaksanaannya.

Hal ini bisa dimengerti, mengingat tenaga pengajar baik di Jakarta maupun di daerah tidak dipersiapkan untuk menghadapi pandemi.

Karena itu banyak di antaranya mengalami kesulitan untuk melaksanakan proses belajar mengajar dengan memanfaatkan teknologi.

Banyak kendala dalam melaksanakan pembelajaran secara daring mulai dari soal gangguan jaringan hingga kemampuan siswa untuk menerima materi pembelajaran juga berbeda-beda.

Tak hanya itu, teknologi tetap tidak dapat menggantikan peran guru, dosen dan interaksi antara pelajar dan pengajar karena edukasi bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan tetapi juga tentang nilai, kerja sama, serta kompetensi.

Baca juga: Kemendikbud : Sejumlah sekolah lakukan persiapan PTM terbatas

Situasi pandemi ini menjadi tantangan tersendiri bagi kreativitas setiap individu dalam menggunakan teknologi untuk mengembangkan dunia pendidikan.

Pandemi COVID-19 yang menghantam Indonesia selama lebih dari satu tahun telah memukul semua aspek kehidupan, termasuk dalam hal ini dunia pendidikan.

Lebih dari satu tahun pula, dunia pendidikan seolah mati suri, meski belajar mengajar masih berlangsung dengan bantuan teknologi atau sekolah daring.
 
Suasana SDN Kenari 08 Jakarta Pusat, yang akan menggelar uji coba kegiatan belajar tatap muka. ANTARA/Mentari Dwi Gayati/am.

Padahal dalam mewujudkan SDM berkualitas maka pandemi seharusnya tidak membuat pendidikan anak berhenti.

Semua pihak dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif melaksanakan kegiatan belajar mengajar agar tidak berhenti.

Pandemi menjadi tantangan dalam mengembangkan kreativitas terhadap penggunaan teknologi, bukan hanya transmisi pengetahuan, tapi juga bagaimana memastikan pembelajaran tetap tersampaikan dengan baik.

Pada saat yang bersamaan, tantangan ini juga menjadi kesempatan bagi semua pihak tentang bagaimana penggunaan teknologi dapat membantu membawa pelajar menjadi kompeten untuk abad ke-21.

Keterampilan yang paling penting pada abad ke-21 melalui pembelajaran mandiri sebagai hasil akhirnya.

Baca juga: Pemerhati menilai PJJ solusi tepat pembelajaran pada masa pandemi

Putus sekolah
Pemerintah memastikan dalam pelaksanaan pembelajaran daring jangan sampai siswa putus sekolah.

Meskipun pada kenyataannya dalam beberapa kasus masih terjadi sebagian besar disebabkan orang tua kehilangan pekerjaan akibat pandemi.

Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Kapusdatin), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Riset Teknologi (Kemendikbud dan Ristek) M Hasan Chabibie mengatakan pandemi memberikan dampak terhadap 407 ribu sekolah, 3,4 juta guru, serta 56 juta siswa.

Dampak COVID-19 terhadap pendidikan sangat luas, mulai dari siswa yang ketinggalan pelajaran, angka putus sekolah, hingga meningkatnya tingkat stres pada anak-anak.

Misalnya tingginya kasus anak putus sekolah. Hal ini disebabkan karena anak dituntut bekerja untuk menambah perekonomian keluarga.

Kondisi itu diperparah oleh persepsi masyarakat tentang rendahnya peran sekolah pada pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Ia menyebut, beberapa program kebijakan telah dikeluarkan Kemendikbud-Ristek menghadapi masa pandemi COVID-19, yakni mulai dari pembatasan ujian nasional, ujian sekolah tidak mengukur capaian seluruh kurikulum, siswa tidak dibebani menyelesaikan capaian kurikulum dan pemanfaatan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk penanganan COVID-19.

Baca juga: Pemerhati sebut pembelajaran jarak jauh kurang maksimal

Dalam perjalanannya juga muncul kesenjangan capaian belajar. Hal ini disebabkan karena perbedaan akses dan kualitas selama PJJ.

Hasan menyebut terdapat lima kebijakan Kemendikbud-Ristek di bidang transformasi digital. Di antaranya percepatan perluasan akses dan infrastruktur digital dan layanan internet.

Kemudian, persiapan peta jalan (roadmap) transformasi digital di sektor-sektor strategis, baik di sektor pemerintahan, layanan sosial, pendidikan, kesehatan, perdagangan maupun industri dan penyiaran.

Tak hanya itu pemerintah juga melakukan percepatan integrasi pusat data nasional, siapkan kebutuhan SDM talenta digital dan regulasi terkait skema pendanaan dan pembiayaan.

Terkait peta jalan pendidikan, pemerintah juga menyiapkan program Merdeka Belajar yang ditujukan untuk mencapai pendidikan berkualitas.

Program itu dijalankan dengan harapan angka partisipasi tinggi, hasil belajar berkualitas dan distribusi pendidikan yang merata.

Bantuan
Hasan menyebut sebaran sekolah yang sudah memiliki listrik dan internet untuk tingkat SD sebanyak 149.076, SMP sebanyak 40.501, SMA sebanyak 13.843, SMK sebanyak 14. 299. Dengan total satuan pendidikan seluruhnya sebanyak 218.209.

Baca juga: Guru kembangkan kreativitas mengajar melalui konten media sosial

Tak hanya itu, pemerintah juga memberikan bantuan kuota data internet untuk pendidikan anak usia dini sebesar 20 GB menjadi 7 GB/bulan, pendidikan dasar menengah sebesar 35 GB menjadi 10 GB/bulan dan dosen/mahasiswa sebesar 50 GB menjadi 15 GB/bulan.

Pada pembelajaran tatap muka (PTM), menurut Hasan, dilakukan secara bertahap. Untuk tahap pertama, pada masa transisi dua bulan pertama jenjang pendidikan dasar menengah (dikdasmen) maksimal 18 siswa dalam satu kelas. Untuk sekolah luar biasa (SLB) dan PAUD maksimal lima orang dalam satu kelas.

Pada tahap kedua PTM, layanan kantin sekolah tetap belum boleh dibuka serta kegiatan ekstrakurikuler dan pembelajaran di luar sekolah juga belum boleh diselenggarakan.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengakui masih ada masalah yang muncul pada pendidikan di masa pandemi COVID-19.

Hal itu karena sumber daya manusia tidak disiapkan untuk menghadapi pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan sistem digital.

Potensi hilangnya jam belajar pada siswa karena transfer ilmu yang terkendala pada minimnya kualitas ditambah minimnya infrastruktur dan jaringan internet.

Pendidikan di masa pandemi, menurutnya juga berpotensi meningkatkan angka putus sekolah (APS) anak.

Baca juga: KPAI: Pandemi picu kasus putus sekolah dan perkawinan anak

Data dari KPAI sejak Januari hingga Februari 2021 ada 34 kasus APS. Penyebabnya karena menikah, menunggak SPP, bekerja hingga kecanduan gim daring.

Terkait hal itu, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp7,2 Triliun di 2020 untuk memberi bantuan kuota internet kepada siswa dan guru.

Fikri juga menuturkan tak hanya kuota internet, pendidikan di masa pandemi harus memperhatikan keamanan dan kesehatan peserta didik, guru dan masyarakat.
 
Sejumlah siswa belajar secara daring dengan memanfaatkan akses internet gratis dari Pemprov DKI Jakarta di Balai RW 02, Galur, Jakarta Pusat, Selasa (3/11/2020) ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc. (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)


Selain itu juga pendidikan harus memperhatikan kembang tumbuh dan kondisi psikososial anak.

PTM terbatas harus hati-hati dengan tetap mengedepankan keselamatan dan kesehatan pesertanya.

Sedangkan Plt Kepala PP PAUD dan Dikmas Jawa Barat Poppy Dewi Puspitasari mengatakan, beberapa tantangan pendidikan saat ini di antaranya adalah globalisasi dan revolusi industri 4.0.

Sementara penyesuaian kebijakan pendidikan di masa pandemi COVID-19 tetap mengutamakan keselamatan dan kesehatan.

Baca juga: Kemendikbud akui pembelajaran jarak jauh jenjang SD tak berjalan baik

Peran pemerintah daerah bersama unsur lainnya harus memberi edukasi penerapan protokol kesehatan dan tetap mengedepankan kesehatan, keselamatan dan tumbuh kembang psikososial anak, kata Poppy.

Poppy juga mendukung program Merdeka Belajar yang diusung Mendikbud-Ristek, Nadiem Makarim untuk lebih banyak melibatkan peran orang tua mengingat program ini dirancang untuk tidak memiliki batas-batas regional dengan memanfaatkan teknologi.

Pandemi seharusnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran dalam menghadapi wabah ini.

PTM harus berjalan dengan pertimbangan tenaga pengajar seluruhnya telah mendapatkan vaksinasi disamping kasus positif pada anak hampir tidak ada.

Pada kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Pendidikan dan Bahasa, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Luciana menyatakan pentingnya keilmuan digital pedagogik pada guru dan tenaga kependidikan.

"Itu untuk menjawab tantangan pendidikan di masa pandemi COVID-19," kata Luciana.

Digital pedagogik sangat penting. Apalagi tantangan PJJ adalah penggunaan digital. Hal ini penting untuk mencapai tujuan akhir pendidikan.

Hal itu karena transfer ilmu sangat ditentukan oleh pengetahuan digital pedagogik guru dan tenaga kependidikan.

Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2021