Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Pakar peternakan Universitas Brawijaya (UB) Prof Puguh Surjowardojo mengemukakan larutan ekstrak herbal yang memiliki senyawa antimikroba mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada sapi perah.

"Saat ini alternatif yang kami kembangkan bersama para peneliti di Indonesia adalah menggunakan larutan ekstrak herbal yang memiliki senyawa antimikroba, yaitu senyawa flavonoid, saponin dan tanin," kata Prof Puguh di Malang, Jawa Timur, Jumat.

Ia mengemukakan tanaman herbal ini terdapat di sekitar peternak, seperti daun kersen, daun binahong, daun sirih hijau, daun sirih merah, daun beluntas, daun kelor, dan buah mahkota dewa ternyata memberikan hasil yang memuaskan, karena ekstrak larutan tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri.

Temuan tersebut perlu upaya untuk mewujudkan hilirisasi ekstrak herbal menjadi sediaan yang terjangkau dan murah harganya bagi peternak rakyat untuk pencegahan mastitis.

Baca juga: Sembilan starup binaan BIIW-UB peroleh dana hibah dari BRIN

Baca juga: Universitas Brawijaya luncurkan Program "Dokar"


Manajemen pencegahan mastitis dimulai dengan mengenali sedini mungkin gejala subklinis mastitis, sehingga dapat mencegah kerugian yang berakibat pada tingginya morbiditas hingga mortalitas sapi perah.

Pada industri sapi perah, mastitis merupakan momok yang menakutkan. Mastitis ini menimbulkan kerugian ekonomi yang amat besar, karena menurunkan produksi dan kualitas susu. Selain itu, mastitis mengakibatkan kerugian, karena infeksi yang terjadi pada sapi perah dapat dengan mudah menular kepada sapi perah lainnya.

Mastitis adalah suatu kondisi peradangan (inflammation) spesifik pada kelenjar mammae, akibat infiltrasi mikroba pathogen mastitis dalam puting (teat) atau akibat adanya luka yang dapat menimbulkan peluang infeksi, baik secara akut, sub-akut maupun kronis.

Mastitis klinis menunjukkan gejala pembengkakan pada ambing, meningkatnya suhu tubuh, nafsu makan menurun dan disertai perubahan komposisi susu maupun ambing.

Mastitis subklinis ditandai dengan meningkatnya jumlah sel somatic dalam susu tanpa disertai pembengkakan ambing, jika susu diuji dengan California Mastitis Test (CMT), susu tersebut akan terkoagulasi. Sedangkan mastitis kronis ditandai dengan gejala pembengkakan ambing dalam waktu yang lama.

Demi pencegahan terjadinya mastitis pada sapi perah, katanya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh peternak. Pertama kondisi kandang dan lantai yang basah dan kotor menyebabkan sapi menjadi malas bangun. Posisi tersebut berpotensi meningkatkan paparan bakteri patogen pada ambing dan putting.

Kedua, kebersihan alat pemerah atau pemerah yang tidak terjaga meningkatkan penularan mastitis pada sapi jika ia terkontaminasi bakteri mastitis. Ketiga, tidak adanya pembedaan pemerahan pada sapi yang terkena mastitis dan sapi yang sehat menyebabkan penularan pada sapi yang sehat.

Keempat, tidak dilakukan teat dipping (pencelupan puting). Teat dipping hendaknya dilakukan pemerah setiap selesai melakukan pemerahan untuk mencegah kontaminasi bakteri dan kelima faktor-faktor lainnya pun perlu diperhatikan seperti pergantian udara, iklim maupun ketersediaan air bersih.

Peningkatan kebersihan kandang dan petugas pemerah serta diikuti dengan teat dipping dengan larutan antiseptik merupakan cara yang dianjurkan sebagai bagian manajemen pemeliharaan sapi perah.

"Penggunaan larutan antiseptik yang mengandung yodium, larutan asam klorus serta kloroksida sebagai larutan teat dipping sebelum dan sesudah pemerahan terbukti efektif menurunkan insiden mastitis pada sapi perah," katanya.*

Baca juga: Universitas Brawijaya tempati posisi 301-400 versi THE Impact Ranking

Baca juga: IRO FISIP UB: Banyak mahasiswa ingin kuliah di AS terkendala informasi

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021