Jakarta (ANTARA) - Sejumlah rumah sakit bersiap hadapi potensi kenaikan jumlah penderita covid pasca-lebaran. Baik pemerintah pusat, daerah maupun Perhimpunan Rumah Sakit se Indonesia (PERSI).

Bahkan Sekjen PERSI, Lia G Partakusuma menuturkan, sejumlah rumah sakit di berbagai provinsi telah melaporkan adanya kenaikan kasus Covid-19.

Beberapa di antaranya Aceh dan Sulawesi Barat yang kasusnya mengalami kenaikan lebih dari 50 persen.

Kemudian kenaikan jumlah kasus Covid-19 hingga 25 sampai 50 persen terjadi juga di Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, dan Riau.

Kemungkinan menyusul di pulau Jawa termasuk Jakarta. Sejumlah rumah sakit telah bersiap menghadapi potensi tersebut, mulai dari kesiapan tenaga medis hingga pengolahan limbahnya. "Limbah medis yang timbul dari alat-alat yang digunakan dalam penanganan covid-19 juga kita tangani baik. Semua kita musnahkan, baik dengan peralatan insenerator yang di miliki rumah sakit atau dengan menggandeng perusahaan yang profesional dalam penanganan limbah B3 seperti PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri)," ujar Wakil Direktur RSUD Cibinong, Tomi.

Limbah Medis termasuk limbah covid seperti masker bekas pakai, selang oksigen, jarum suntik dan lain-lain tak akan digunakan kedua kali. "Semua dimusnahkan, tidak dibenarkan untuk digunakan kembali atau dijual sebagai barang bekas. Itu sangat berbahaya, barang-barang itu harus steril," tegasnya.

Bahkan lanjut Tomi, sisa abu pembakaran limbah medis dari insinerator milik rumah sakit pun dikirimkan pihak RSUD kepada PPLI. "Karena RSUD sudah cukup lama bersinergi dengan PPLI terkait penanganan limbah B3 medis, mereka cukup profesional dan memiliki teknologi yang baik untuk mengolah limbah beracun dan berbahaya," imbuh Tomi.

Hal senada juga diungkapkan Rhisma Hilda Prawita, sanitarian rumah sakit Azra, Bogor. "Kami siap menghadapi potensi lonjakan penderita covid pasca-lebaran," tegas Hilda.

Termasuk dalam penanganan limbah medisnya, lanjut koordinator Prasarana RS Azra Bogor tersebut dipercayakan kepada PPLI. "PPLI merupakan perusahaan pengolahan limbah industri yang direkomendasikan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Kami yakin kemampuan mereka ngga diragukan lagi, termasuk menangani limbah covid-19 ini," imbuh Hilda.

Hilda mengaku sudah sinergi dengan PPLI sejak 2015. "Sejauh ini progresnya bagus. Kami sudah lihat langsung bagaimana cara kerja PPLI," tandas wanita berhijab ini.

Dihubungi terpisah, manager Humas PPLI, Arum Pusposari mengaku lonjakan penderita covid memang tidak langsung dampaknya dirasakan PPLI. Namun karena pihaknya juga melayani limbah medis, pihaknya selalu siap mengolah limbah-limbah yang dikirimkan dari pihak rumah sakit termasuk limbah sisa penggunaan alat atau obat-obatan dari covid-19.

"Limbah medis berpotensi menimbulkan infeksius dan menjadi medium penyebaran wabah penyakit. Cara penanganannya pun tidak bisa sembarangan," tegas Arum.

Karenanya tambah Arum, untuk menunjang pemusnahan limbah medis tersebut kami juga tengah mengembangkan teknologi insinerator yang cukup besar dengan kapasitas 50 ton perhari," ungkap Arum.

Dengan teknologi tersebut, lanjut Arum limbah medis baik padat maupun cair berapapun banyaknya dari tiap rumah sakit, puskesmas, klinik dan laboratorium uji medis bisa ditangani dengan baik.

Sejak 2020 PPLI mulai melakukan pembangunan insinerator limbah B3 dan akan beroperasi pada Juni 2021 mendatang. "Insinerator ini akan jadi yang terbesar dan termodern di Indonesia," ungkapnya.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2021