Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti kasus korupsi pengelolaan ADD/DD, Bagi Hasil Pajak, dan Retribusi Daerah (BHPRD) Desa Kuripan Tahun Anggaran 2015-2016, di Kabupaten Lombok Barat.

Kepala Kejari Mataram Yusuf di Mataram, Kamis, mengatakan bahwa pelimpahan kasus ini berasal dari Polres Lombok Barat dengan inisial tersangka JM yang berperan sebagai Sekretaris Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) Desa Kuripan.

"Kami melanjutkan penahanan tersangka di Rutan Polres Lombok Barat. Jadi statusnya sekarang tahanan titipan jaksa," kata Yusuf.

Baca juga: Polresta Mataram agendakan pelimpahan berkas korupsi dana BOS SDN 19

Dalam proses penuntutan ini, pihaknya telah menyusun rencana dakwaannya yang dalam waktu dekat akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tipikor Mataram.

"Jadi tinggal menunggu proses penyempurnaan oleh penuntut umum untuk persiapan pelimpahan ke pengadilan," ujarnya.

Pada kasus ini, JM ditetapkan sebagai tersangka korupsi bersama mantan Kades Kuripan Mastur yang kini telah menjalani vonis hukuman di Lapas Kelas II A Mataram.

Sebagai tersangka, JM dikenakan Pasal 2 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Baca juga: Kejari Mataram melacak harta tersangka korupsi panggung peresean

Sangkaan tersebut serupa dengan vonis hukuman yang diterapkan kepada Mastur. Dalam vonisnya, Mastur dijatuhi pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.

Mastur dibebankan pidana untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp100 juta. Apabila tidak dapat dibayarkan dalam waktu yang ditentukan, Mastur wajib menggantinya dengan pidana kurungan selama enam bulan.

Beban untuk mengganti kerugian negara ini sesuai dengan hasil penghitungan ahli yang menyebutkan nilai Rp677 juta. Sesuai dengan vonisnya, kerugian tersebut timbul akibat ulah keduanya sehingga dalam vonis, hakim menyatakan kerugian negara yang muncul dibebankan kepada Mastur dan JM.

Dalam uraian vonisnya, Mastur bersama JM dinyatakan membuat duplikat stempel desa untuk menyusun laporan pertanggungjawaban yang memenuhi syarat manipulasi. Pengeluarannya ini dibuat seolah-olah sesuai dengan RAB.

Manipulasi itu muncul dalam pengerjaan proyek fisik desa, antara lain pada pembuatan rabat jalan, talud, jembatan, dan bronjong. Dari proyek fisik ini ditemukan adanya kekurangan volume pekerjaan.

Baca juga: Jaksa eksekusi dua terpidana korupsi dana PNBP Asrama Haji Lombok

Kemudian ada permainan pada proyek pengadaan gawang futsal, alat penggilangan bakso, motor roda tiga untuk ambulans desa, bak sampah, perangkat komputer, dan pengadaan alat pemotong rumput. Pengeluaran yang sebenarnya untuk pengadaan tersebut tidak sesuai dengan yang dilaporkan.

Mastur dalam vonisnya dinyatakan terbukti telah meminjam uang dari kas desa yang totalnya mencapai Rp48,54 juta. Dengan alasan uang telah dipakai untuk keperluan pribadinya dan Rp20 juta untuk THR pejabat BPD, TPK, dan perangkat desa. Mastur hanya mampu mengembalikan Rp10 juta dari pinjaman tersebut.

Desa Kuripan mengelola DD/ADD dan Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah (BHPRD) sebesar Rp869,78 juta pada tahun 2015. Kemudian sebesar Rp1,3 miliar pada tahun 2016.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021