Makassar (ANTARA) - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengajak semua pihak kembali pada hakikat koperasi dalam mengelola perekonomian nasional sehingga benar-benar membawa dampak kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat.

LaNyalla, saat mengisi kuliah umum di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu mengatakan pengelolaan ekonomi nasional dengan semangat koperasi perlu dilakukan sebagai alternatif untuk menjawab tantangan masa depan.

"Koperasi harus dimaknai sebagai cara berhimpun untuk secara bersama memiliki mesin penghasil uang," ujarnya, dalam kuliah umum bertajuk "Amandemen Kelima: sebagai Momentum Koreksi Perjalanan Bangsa" itu.

Menurut dia, cara berhimpun ini menjadikan para anggota koperasi seperti para pemegang saham yang membeli perusahaan melalui lantai bursa. Artinya koperasi diletakkan pada konsepsi lantai bursa milik rakyat yang memproteksi dan melindungi warga bangsa.

Dalam kaitannya dengan ekonomi nasional, LaNyalla mempertanyakan apakah setelah amandemen konstitusi dilakukan ekonomi semakin berdaulat atau sumber daya alam yang terkandung di negara ini bisa dimanfaatkan oleh rakyat.

"Silakan dijawab dengan jujur dengan menggunakan mata hati dan mata batin," kata dia.

Semula, menurut LaNyalla, para pendiri bangsa mencetuskan gagasan melindungi segenap tumpah darah bangsa Indonesia untuk mendapatkan manfaat atas kekayaan yang terkandung di bumi Indonesia, tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 1, 2, dan 3.

"Adanya semangat kolektivitas yang didasari semangat tolong menolong membawa beberapa konsekuensi, yaitu penguasaan sektor-sektor perekonomian dijalankan dengan bentuk koperasi," lanjutnya.

Makna koperasi dalam Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945, lanjut LaNyalla, juga perlu dipahami sebagai semangat kekeluargaan yang senantiasa mengupayakan keuntungan bersama. Bahkan dalam arti ini badan usaha milik negara dan perusahaan swasta pun harus berjiwa koperasi.

Faktanya, kata dia, sejak amandemen konstitusi pada Tahun 2002, Pasal 33 UUD 1945 ditambah 2 ayat lagi, yakni ayat 4 dan 5, yang akhirnya membuka peluang penafsiran bahwa frasa "dikuasai negara" diartikan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai hal yang tidak harus negara terlibat langsung menjalankan. Negara cukup mengatur dan mengawasi.

"Lalu pada akhirnya dibuatlah undang-undang yang membuka peluang asing menguasai sumber daya alam kita dengan leluasa," ujarnya.

Seperti yang diketahui sekarang, kata dia, perusahaan swasta tersebut menguasai dan kemudian menggurita. Berdagang saham di lantai bursa sehingga sebagian kepemilikannya sudah dikuasai asing atau siapapun.

Akibatnya, menurut LaNyalla, keuntungan dari pengelolaan sumber daya alam Indonesia juga dimiliki para pemegang saham, yang notabene adalah pihak asing dan tidak diketahui siapa.

"Oleh karena itu mulai sekarang mari kita gelorakan kembali hakikat dari koperasi agar perekonomian nasional tidak dikuasai asing dan memberi manfaat bagi rakyat," ucap LaNyalla.

Kuliah umum digelar gabungan antara tatap muka dan virtual. Untuk acara fisik dilakukan dengan protokol kesehatan ketat dan terbatas. Saat itu, LaNyalla diterima oleh Rektor UIN Alauddin Makassar Prof H Hamdan Juhannis MA, PhD.

Ketua DPD RI hadir didampingi Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi, Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni, Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin, anggota Komite I DPD RI Muhammad Idris dan Jialyka Maharani, serta anggota DPD RI Dapil Sulsel Lily Amelia Salurapa. Selain itu, Plt Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman diwakili oleh Asisten Pemerintahan Setda Provinsi Sulsel Dr Andi Aslam Patonangi.

Kuliah umum itu juga menghadirkan sejumlah pakar politik dan ketatanegaraan, salah satunya adalah Margarito Kamis. Selain itu juga tampak Ketua Forum Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKIN) Prof Dr Babun Suharto.

Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021