Kuala Lumpur (ANTARA) - Pemerintah Malaysia pada Senin mengatakan bahwa Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyetujui permintaan dari Kuala Lumpur untuk membentuk panel yang memeriksa peraturan Uni Eropa (EU) yang membatasi penggunaan biofuel (bahan bakar nabati) dari minyak sawit.

Di bawah aturan EU soal energi terbarukan, penggunaan bahan bakar berbasis minyak sawit akan dihapuskan pada 2030, karena minyak sawit telah diklasifikasikan oleh blok tersebut sebagai penyebab dari deforestasi yang berlebihan dan tidak dapat lagi dianggap sebagai bahan bakar transportasi yang dapat diperbarui.

Negara-negara produsen minyak sawit mengatakan beberapa negara anggota EU telah mulai menghapus penggunaan biofuel berbasis minyak sawit sebelum tenggat waktu.

Malaysia, produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia, dan negara saingannya yang lebih besar --Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir telah meluncurkan kasus terpisah di WTO, dengan mengatakan bahwa tindakan  EU itu bersifat diskriminatif.

"Malaysia akan tetap berkomitmen untuk melakukan tindakan hukum terhadap Uni Eropa," kata Menteri Komoditas Malaysia Mohd Khairuddin Aman Razali.

Malaysia dan Indonesia bersama-sama menghasilkan 85 persen minyak sawit dunia.

Dalam sebuah pernyataan, Mohd Khairuddin mengatakan bahwa WTO pada Jumat (28/5) telah menyetujui permintaan kedua dari Malaysia agar sebuah panel dibentuk untuk memeriksa peraturan Uni Eropa yang membatasi penggunaan biofuel berbasis minyak sawit.

Permohonan itu dibuat sejak konsultasi dengan EU pada 17 Maret lalu gagal menghasilkan solusi, katanya.

Sumber: Reuters

Baca juga: Malaysia ambil langkah hukum di WTO terhadap pembatasan sawit oleh EU

Baca juga: RI lancarkan enam alternatif kebijakan respon Uni Eropa soal sawit

Baca juga: EU sebut Indonesia sukses ekspor lebih banyak minyak sawit pada 2020


 

Indonesia-Malaysia berjuang lawan diskriminasi kelapa sawit

Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021