Jakarta (ANTARA) - Pakar Perencanaan dan Pengembangan Wilayah dari IPB University Dr Ernan Rustiadi mengapresiasi Unit Desa Presisi (UDP) yang beraktivitas dalam Data Desa Presisi (DDP).

"Saya menyadari betul Unit Desa Presisi IPB University ini membawa pembaharuan dan ini menurut saya cukup menggetarkan banyak kalangan. Kalangan yang dimaksud tersebut yang menjadikan dana desa sebagai sumber rente yang tidak habis-habisnya," ujar Ernan Rustiadi yang juga Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Ia menyampaikan masalah utama Indonesia adalah salah dari segi pendataan, atau disebutnya sebagai garbage in garbage out.

"Pendekatan atau program pembangunan tidak berjalan dengan baik, tidak efektif karena ternyata awalnya sudah salah informasi," ungkapnya.

Menurut Ernan Rustiadi, ketika salah mengidentifikasi masalah, maka juga salah membuat rencana dan tindakan.

Baca juga: Kemendes dan IPB bahas skala prioritas pedesaan lima tahun ke depan

Baca juga: Pakar gizi IPB: Maksimalkan posyandu untuk cegah "stunting"


"Untuk itu saya merasa perlu berkenalan lebih lanjut dengan personel UDP yang telah mewujudkan gagasan Dr Sofyan Sjaf yang diusahakannya sejak 2014 silam," katanya dalam acara Halal bi Halal UDP bersama Kepala LPPM IPB University di Sekretariat UDP Kampus IPB University beberapa waktu lalu.

Dalam hal perencanaan, ia juga memperkenalkan buku Teori Perencanaan: Mazhab & Praktik Perencanaan Pengembangan Wilayah (2021) yang ditulisnya bersama Dr Galuh Syahbana Indraprahasta dan Setyadi Pratika Mulya.

Ke depan, Ernan Rustiadi mengatakan ada empat poin penting yang perlu dilakukan yakni tentang konektivitas dalam Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKNT).

"Dalam hal ini tentang lokasi KKN dan wilayah pedesaan yang pernah menjadi area DDP. Saya harap mahasiswa KKNT diperkuat dengan DDP, begitu pula sebaliknya," katanya.

Dr Sofyan Sjaf yang juga salah satu pendiri Sayogyo Institute (Sains) mengungkapkan sejarah yang melandasi gagasannya membuat DDP tersebut.

"Apa yang dilakukan hari ini tidak terjadi begitu saja, tapi punya landasan masa lalu. Bapak Sosiologi Pedesaan Indonesia Prof Sayogyo, yang pernah membuat karya klasik 'Modernization without Development in Rural Java (1973)' tentang kritik evaluatif terhadap Revolusi Hijau pernah membuat ukuran tentang kemiskinan yang dikenal sebagai 'Garis Kemiskinan Sayogyo'," paparnya.

Dari situ, dia berupaya mengelaborasi gagasan mantan Rektor IPB University periode 1965-1966 tersebut di bidang agraria, kemiskinan, dan pedesaan. Lalu terbentuklah DDP.

Sementara itu, sosok pertama yang mengimplementasikan gagasan data presisi ke ranah riil La Elson mengungkapkan upaya yang dimulai di Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3) LPPM IPB University.

Diawali antara lain dengan penggunaan drone pada area yang masih terbatas, hingga pengolahan citra satelit dengan cara manual dalam hal digitasi.

Selanjutnya kemudian muncul Merdesa Apps yang digarap I Made Godya Aditya yang pertama kali digunakan di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat.

Pengembangan selanjutnya yakni adanya Merdesa Super Apps yang dikembangkan Muhammad Iqbal, yang menurutnya, merupakan satu aplikasi untuk berbagai macam ide yang bisa dikeluarkan DDP antara lain untuk deep learning.

Sri Anom Amongjati yang banyak menangani operasional sensus DDP, optimistis bisa meningkatkan peran para pemuda desa untuk berpartisipasi dalam DDP.

Sedangkan Ahmad Aulia Arsyad yakin bisa mengembangkan data sains dalam DDP, yang salah satu urgensinya dalam bentuk implementasi data pengukuran Sustainable Development Goals (SDGs) Desa.*

Baca juga: Gubernur Sumsel : Penggunaan dana desa harus sesuai RKP Desa

Baca juga: Pemkab Bogor latih kepala desa kelola dana "Satu Miliar Satu Desa"

 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021