Tech company yang besar, mereka akan masuk ke capital market. Tapi permasalahnnya sekarang, katakanlah sekarang GoTo masuk ke capital market, misalnya valuasinya 20-30 miliar dolar....
Jakarta (ANTARA) - Anggota Steering Committee Indonesia Fintech Society (IFSoc) Rudiantara menilai perusahaan teknologi rintisan (startup) besar yang santer dikabarkan akan masuk ke pasar modal domestik, memang harus melakukan dual listing atau pencatatan saham di dalam negeri dan luar negeri.

"Tech company yang besar, mereka akan masuk ke capital market. Tapi permasalahnnya sekarang, katakanlah sekarang GoTo masuk ke capital market, misalnya valuasinya 20-30 miliar dolar. Kalau mereka float 10 persen saja, itu 2-3 miliar dolar atau Rp28 triliun sampai Rp40 triliun kurang lebih. Siapa investor di Indonesia yang bisa makan Rp28 triliun sampai Rp40 triliun itu, tidak bisa. Itu harus dilakukan dual listing," ujar Rudiantara saat jumpa pers virtual di Jakarta, Rabu.

Tiga perusahaan teknologi rintisan berstatus unicorn dan decacorn disebut-sebut akan melantai di BEI pada tahun ini yaitu entitas gabungan Gojek dan Tokopedia, GoTo, Bukalapak, dan Traveloka.

Baca juga: Komunitas Fintech dukung BEI fasilitasi perusahaan teknologi IPO

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Periode 2014-2019 itu, mencatatkan saham di bursa merupakan pilihan yang tepat bagi perusahaan teknologi.

"Bagaimana caranya tentu harus dilakukan secara bertahap, tapi pasti akan masuk ke capital market. Dan kalau misalnya ia di luar negeri, opsinya bisa saja langsung atau gunakan struktur SPAC. Jadi banyak ragam caranya, tapi pasti suatu saat mereka akan ke capital market," kata Rudiantara.

Special Purpose Acquisition Company atau SPAC adalah perusahaan yang mengakuisisi perusahaan privat lain untuk membantu perusahaan privat tersebut dalam melalui proses go public. SPAC tidak memiliki model bisnis karena memang tujuannya hanya untuk akuisisi sehingga sering disebut juga sebagai blank check company. BEI sendiri masih mengkaji soal IPO melalui SPAC tersebut.

"Karena venture capital yang sekarang jadi investor di unicorn atau decacorn Indonesia yang besar-besar tersebut, mereka juga harus keluar suatu saat, tinggal mereka menghitungnya berapa multiple money, bisa juga mereka menjual opsinya tidak ke capital market, tidak IPO, tapi jual ke investor lain," ujarnya.

Baca juga: BEI nilai IPO GoTo akan berdampak positif terhadap pasar modal

IFSoc sendiri mendukung BEI untuk bisa memfasilitasi perusahaan teknologi nasional melantai di bursa melalui mekanisme penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO).

Saat ini, sektor ekonomi digital berkembang pesat di Indonesia dengan hadirnya perusahaan-perusahaan teknologi, baik yang sudah mencapai skala unicorn maupun non unicorn. Akan tetapi, saat ini masih mengandalkan mekanisme pendanaan secara tertutup atau private placement.

IFSoc juga mendukung inisiatif BEI yang telah menyediakan papan akselerasi untuk perusahaan rintisan atau startup non unicorn untuk juga dapat melakukan IPO.

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021