Manokwari (ANTARA) - Kemiskinan dan keterbelakangan masih menjadi potret buram masyarakat di daerah pedalaman juga daerah terluar di Tanah Papua.

Seperti kehidupan masyarakat Kampung Inyora, Distrik Naikere, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat, yang minim sarana dan prasarana transportasi sehingga sepiring nasi dan segelas susu sangatlah mewah bagi anak-anak setempat.

Warga setempat masih kesulitan mengakses layanan pendidikan, kesehatan, dan terutama transportasi yang menunjang pertumbuhan ekonomi.

“Anak-anak disini jarang makan nasi, hanya makan pisang dan betatas (ubi jalar) saja. Mau makan nasi tapi mau dapat beras di mana tidak ada yang jual. Mau cari ke kota jauh dan masyarakat tidak mampu mengeluarkan banyak uang untuk membayar transportasi,“ ungkap Metusalam Uryo, warga Kampung Inyora di Wasior, Jumat.

Kampung Inyora secara administratif merupakan bagian dari Kampung Wombu, tepatnya RT 3 dari Kampung Wombu yang dahulu sempat jadi ibukota Distrik Naikere. Meski berstatus RT 3 dari Kampung Wombu, jarak Wombu ke Inyora terbilang cukup jauh mencapai 20 kilometer dengan akses jalan yang melewati hutan lebat.

Adapun jarak Wombu ke Wasior yang merupakan kota utama di Kabupaten Teluk Wondama mencapai 100 kilo lebih.

Jalan darat dari kampung Wombu ke Inyora sudah terbuka sejak tahun lalu. Namun demikian, Inyora belum sepenuhnya bebas dari predikat sebagai kampung terpencil sebab kendaraan yang datang ke Inyora masih sangat jarang.

Kendaraan roda empat ada tapi milik perusahaan kayu yang sesekali datang untuk urusan tertentu. Sampai sekarang ini warga setempat masih saja berjalan kaki ke Wombu untuk keperluan dan belanja kebutuhan pokok.

“Dulu ada mobil yang perusahaan HPH yang biasa ditumpangi oleh masyarakat, tetapi sudah rusak jadi masyarakat biasa jalan kaki saja. Biasanya jalan dari pagi sampai ke Wombu siang atau sore hari hanya untuk untuk membeli kebutuhan pokok agar anak-anak mereka bisa mendapatkan asupan gisi yang baik untuk mendukung tumbuh kembang mereka,“kata Metusalem.

Hidup di daerah terpencil jauh di pedalaman sudah pasti penuh dengan keterbatasan untuk mendapatkan produk kebutuhan. Jangankan susu untuk anak-anak, warga Inyora pada umumnya bahkan jarang menghirup aroma teh maupun kopi. Mereka juga tidak mengenal apa yang namanya sarapan pagi.

“Anak-anak tidak minum susu. Hanya minum air putih saja,”ucap Metusalem yang mengaku punya 2 orang anak.

Baca juga: Pemkab Wondama harapkan Pertamina percepat pembangunan SPBU

Belum bisa baca

Tidak hanya soal makanan yang masih jauh dari standar gizi, anak-anak Inyora juga pada umumnya tidak mendapatkan layanan pendidikan yang baik. Satu-satunya SD di Kampung Wombu, tempat mereka menuntut ilmu, lebih sering libur karena guru jarang berada di tempat tugas.

Di samping itu, banyak anak yang terpaksa tidak sekolah dalam waktu lama karena harus ikut orang tuanya berkebun atau berburu ke hutan. Kondisi ini juga dipicu ketidaktahuan para orang tua akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak. Akibatnya sebagian besar anak usia sekolah di Inyora belum bisa membaca menulis dan berhitung dengan baik.

Sewaktu dikunjungi rombongan DPRD, sedikitnya ada 20 anak-anak Inyora yang ikut mendampingi orang tua mereka menerima kedatangan para wakil rakyat. Kepada rombongan DPRD, mereka mengaku sudah lama tidak sekolah karena sekolah libur.

“Anak-anak tidak sekolah karena tidak ada guru. katanya karena ada corona sehingga libur," ujar Antonia salah satu tokoh perempuan setempat.

Aldo Uryo, seorang siswa SD Wombu, kepada media mengatakan dirinya belum bisa menulis dan membaca. Aldo sendiri ingin menjadi orang pintar.

Sayangnya, keinginan bocah 10 tahun itu terganjal layanan pendidikan yang buruk. Proses belajar mengajar sering tidak jalan karena berbagai kendala. “Pak guru tidak ada di sekolah jadi sekolah libur," ucap Aldo sedikit malu-malu.

Baca juga: Pemkab Wondama proses pengadaan lahan guna pembangunan bandara

Harapkan bantuan

Kembali ke soal ketersediaan pangan, di hadapan rombongan DPRD, warga Inyora menuturkan bahwa pada tahun 2020 mereka mendapatkan bantuan paket bahan makanan dari pemerintah dari program jaringan pengaman sosial untuk warga terdampak pandemi virus corona. Namun, memasuki tahun 2021 bantuan serupa belum ada lagi.

Warga berharap bantuan berupa paket bahan makanan kembali dijalankan di tahun ini agar mereka bisa menikmati makan dengan sajian nasi dan bisa sarapan pagi sambil menyeruput teh maupun kopi.

“Tahun lalu ada bantuan beras, gula, kopi dari pemerintah. Setiap bulan itu ada. Tapi sekarang tahun 2021 kitong (kita orang) belum dapat lagi. Masyarakat mau bantuan seperti itu lagi karena kitong mau beli tidak ada uang," ujar Metusalam Uryo.

Sementara itu, Kepala Suku Kampung Inyora Yunus Uryo berharap Pemkab Teluk Wondama membangunkan rumah singgah untuk mereka di kota Wasior.

Adanya rumah singgah di Wasior dipandang penting untuk menjadi tempat penampungan bagi warga pedalaman Naikere yang turun ke Wasior untuk berbelanja maupun melakukan urusan lainnya.Termasuk bisa menjadi pemondokan bagi pelajar kampung Inyora yang bersekolah di kota Wasior dan sekitarnya.

“Kita minta ada rumah singgah supaya masyarakat kalau turun di Wasior itu ada tempat tinggal sementara. Karena kalau mobil rusak atau kitong masih ada urusan nanti mau tinggal tidak ada tempat," kata Yunus Uryo.

Wakil Ketua DPRD Selina Akwan selaku pimpinan rombongan reses menyatakan prihatin dengan kondisi masyarakat Kampung Inyora. Pihaknya akan mendorong agar Pemkab Teluk Wondama memberi perhatian lebih terhadap masyarakat di pedalaman Naikere.

Khusus untuk bantuan bahan makanan yang diharapkan masyarakat Inyora, Selina akan mengusulkan agar alokasi anggaran untuk pengadaan sembako khusus bagi warga masyarakat di daerah-daerah terpencil dan terdalam diadakan lagi.

Sebaiknya kalangan eksekutif, apalagi kini Bupati baru, selayaknya pengadaan bahan makanan untuk daerah-daerah terpencil seperti di Inyora dilakukan lagi. Memang pemerintah harus intervensi karena masyarakat Inyora masih terbelakang dan tidak berdaya sehingga harus ada perhatian khusus.*

Baca juga: Warga pedalaman Wondama-Papua Barat ingin ada rumah singgah

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021