pengakuan atas jurnal ilmiah apabila dilihat dari indeks scopusnya
Jakarta (ANTARA) - Wakil Rektor IPB University Bidang Internasionalisasi, Kerja Sama dan Hubungan Alumni IPB University Prof Dodik Ridho Nurrochmat mengatakan dalam penulisan jurnal ilmiah perlu memperhatikan etika dan juga common sense.
 

“Dalam penulisan jurnal ilmiah, penulis juga harus memperhatikan permasalahan etika dan common sense. Misalnya dalam kesepakatan urutan nama penulis utama dan penulis dampingan karena tidak boleh diremehkan,” ujar Prof Dodik dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.
 

Direktorat Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis (DPIS) IPB University menggelar Workshop Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah bagi dosen muda dan peneliti IPB University, Kamis (7/7). Tema yang diangkat adalah “Strategi Menulis Artikel Ilmiah di Jurnal Terindeks Scopus Level Q1 dan Q2.”
 

Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) IPB University itu memaparkan pengalamannya serta berupaya untuk merefleksikan pengalaman peneliti yang lain.
 

“Baru-baru ini situasi yang cukup banyak dimuat oleh penulis lain adalah jurnal ilmiah yang telah terindeks Scopus Q1. Pengakuan tersebut menggambarkan bahwa jurnal yang terindeks Q1 sudah terjamin kualitasnya sehingga layak untuk disitasi.”
 

Pakar Manajemen Hutan IPB University ini menceritakan, dirinya memulai menulis jurnal berawal dari tertantang untuk menulis di media populer. Namun yang menjadi pertimbangan bagi penulis yakni produktivitas tulisan perlu diperhatikan apabila ingin menulis artikel ilmiah dan artikel popular di saat yang bersamaan. Hal tersebut karena gaya penulisan antara artikel ilmiah dan artikel popular di media massa pun berbeda.

"Jurnal ilmiah yang belum terindeks Q1 memang tidak serta merta tidak menjamin kualitas kepakaran. Namun pengakuan atas jurnal ilmiah apabila dilihat dari indeks scopusnya dapat membuka peluang peneliti untuk bergabung dalam kelompok peneliti elit," tambah dia.

Baca juga: Pakar IPB University sebut masyarakat kenal rempah sejak 400 M

Baca juga: Tiga calon profesor IPB sampaikan ringkasan ilmiah jelang guru besar

 

Lebih lanjut ia menyarankan bagi para penulis muda untuk tidak terlalu banyak memasukkan ide serta harus mematahkan tekanan psikologis untuk langsung menulis jurnal terindeks Q1.

Menurut dia, penulis juga harus menghindari sibuk mencari alasan yang menjadi persoalan utama dalam menghambat keinginan untuk mulai menulis.
 

Di samping itu, peluang jurnal ilmiah agar dapat diterbitkan dapat dilihat dari jumlah penulis Indonesia yang menerbitkan jurnalnya di suatu negara. Semakin banyak jurnal hasil kreativitas penulis Indonesia maka peluang diterbitkan semakin besar. Lebih lagi editornya merupakan orang Indonesia.
 

Bahasa penulisan, juga harus disesuaikan dengan negara dimana jurnal akan diterbitkan. Selain itu, lingkup minat dan isu penting yang dibahas dalam jurnal jga penting untuk menentukan kelolosan jurnal pada tahap editor.
 

“Menulis artikel dan jurnal tidak selalu harus dimulai dari urutan Q4, kualitas artikel tidak ditentukan dari mana artikel terbit, namun jurnal Q1 telah melewati proses review yang lebih ketat sehingga lebih banyak disitasi oleh artikel lain yang berkualitas,” tambah dia.
 

Ia menambahkan dalam menulis jurnal perlu mengggali data lama dan mencocokkannya dengan data terbaru. Ia turut memotivasi para peserta yang hadir untuk mencoba menulis artikel dimulai dari ide. Langkah lainnya yakni dengan membuka data dan pending manuskrip serta melakukan proofreading sebelum mengirimkan jurnal untuk dipublikasi.

Baca juga: Empat Guru Besar IPB kemukakan pandangan terkait keanekaragaman hayati

Baca juga: Pakar genetika IPB soroti fenomena penularan COVID-19 ke hewan

 

Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021