Benar, berdasarkan data pada aplikasi eLHKPN tercatat laporan kekayaan yang disampaikan kepada kami terakhir adalah pada 26 Januari 2010 dalam kapasitas sebagai Anggota DPR RI periode 2009-2014
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Izedrik Emir Moeis segera menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pasca ditunjuk sebagai Komisaris PT Pupuk Iskandar Muda sejak 18 Februari 2021.

Emir Moeis adalah mantan terpidana perkara korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung pada 2004.

"Benar, berdasarkan data pada aplikasi eLHKPN tercatat laporan kekayaan yang disampaikan kepada kami terakhir adalah pada 26 Januari 2010 dalam kapasitas sebagai Anggota DPR RI periode 2009-2014," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Pupuk Iskandar Muda donasi Rp800 juta bantu pemulihan ekonomi rakyat

Ia mengatakan setelah diangkat dalam jabatan publik maka terikat kewajiban untuk menyampaikan kembali LHKPN kepada KPK.

"Hal ini juga diperkuat dalam aturan internal PT Pupuk Indonesia (Persero) yang mewajibkan para pejabat di lingkungannya beserta anak perusahaannya untuk melaporkan harta kekayaan. Kami mengimbau agar memenuhi kewajiban tersebut," ucap Ipi.

Diketahui, PT Pupuk Iskandar Muda adalah anak perusahaan PT Pupuk Indonesia.

KPK juga mengingatkan pejabat publik seharusnya menjadi teladan sehingga untuk dapat menduduki jabatan publik harus diisi oleh figur-figur yang antikorupsi dan memiliki "track record" yang baik.

"Sehingga selain aspek kompetensi, integritas merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki setiap pejabat publik. Tidak hanya persoalan etis dan kepantasan tetapi saya kira ini juga sejalan dengan semangat bangsa ini untuk memerangi korupsi," kata Ipi.

Pada 14 April 2014, Emir Moeis divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara penerimaan hadiah untuk memenangkan konsorsium Alstom Power Inc dalam tender PLTU Tarahan, Lampung 2004 dan dijatuhi hukuman penjara 3 tahun dengan denda Rp150 juta subsider 3 kurungan.

Baca juga: Politikus sebut kembali ke UUD 1945 solusi satukan bangsa

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021