saat ini masih di rawat di rumah sakit
Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan di Jakarta, Kamis, kembali menunda sidang kasus penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian yang melibatkan aktivis buruh Jumhur Hidayat.

Majelis Hakim menunda sidang karena terdakwa masih dirawat di rumah sakit setelah menjalani operasi liver/hati, kata Koordinator Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) Oky Wiratama saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

Baca juga: PN Jaksel hadirkan susunan Majelis Hakim baru untuk kasus Jumhur

TAUD merupakan nama tim kuasa hukum Jumhur Hidayat, yang sebagian besar diisi oleh pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Oky menyampaikan Majelis Hakim menjadwalkan sidang akan berlanjut pada Kamis minggu depan (26/8).

“Kondisinya (Jumhur, Red.) saat ini masih di rawat di rumah sakit,” sebut Oky Wiratama.

Nantinya sidang akan kembali berlanjut dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Baca juga: PN Jaksel kembali tunda sidang pemeriksaan terdakwa Jumhur Hidayat

Majelis Hakim telah beberapa kali menunda sidang kasus Jumhur karena sejumlah alasan, termasuk di antaranya pelaksanaan PPKM Darurat di Jakarta dan pergantian susunan Majelis Hakim.

Terkait pergantian Majelis Hakim, PN Jakarta Selatan pada 2 Agustus 2021 mengumumkan susunan majelis yang baru, yaitu Hakim Ketua Hapsoro Widodo dan Nazar Effriadi dan I Dewa Made Budi Watsara sebagai dua hakim anggota.

Hapsoro menggantikan posisi Agus Widodo, hakim ketua sebelumnya, karena dia dimutasi ke Pontianak, Kalimantan Barat. Hapsoro merupakan hakim anggota pada susunan Majelis Hakim sebelumnya.

Baca juga: Ahli: Tuduhan keonaran terhadap cuitan Jumhur harus dapat dibuktikan

Susunan itu, kata Oky, saat dihubungi pada 2 Agustus 2021, sesuai dengan harapan tim penasihat hukum, karena posisi hakim ketua diisi oleh hakim anggota pada susunan Majelis Hakim sebelumnya.

Jumhur Hidayat, petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sekaligus wakil ketua umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), telah didakwa oleh jaksa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran.

Aktivis buruh itu juga dituduh menyebarkan ujaran kebencian lewat cuitannya di media sosial Twitter, yang isinya mengkritik Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja pada 7 Oktober 2020.

Jumhur, lewat akun Twitter pribadinya, mengunggah cuitan: “UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja. Klik untuk baca: kmp.im/AGA6m2”.

Dalam cuitannya, Jumhur mengutip tautan (link) berita yang disiarkan oleh Kompas.com berjudul “35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja”.

Akibat cuitan itu, Jumhur terancam dijerat oleh dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 Ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A Ayat (2) jo. Pasal 28 Ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021