Kemenag dalam dua tahun terakhir sudah menggulirkan program ini
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi menilai perlunya penguatan kompetensi para penceramah agar pesan-pesan yang disampaikan dapat mencerahkan, tidak bernada provokatif, menghina, dan bermuatan ujaran kebencian.

"Jelas perlu penguatan kompetensi. Ini bisa menjadi tugas bersama Kementerian Agama dengan ormas keagamaan di semua agama," ujar Wamenag Zainut dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Zainut memandang ujaran kebencian/penghinaan dari penceramah tidak terlepas dari tingkat kompetensi yang dimiliki, baik yang terkait teknik komunikasi maupun pengetahuan substansi.

Ia menilai peristiwa ceramah yang bermuatan ujaran kebencian dan penghinaan tidak hanya terjadi di satu agama saja, ada kalanya terjadi saat penceramah mengomentari agama lainnya. Padahal, bisa jadi pengetahuannya tentang agama lain terbatas.

"Ceramah sebaiknya diarahkan untuk memperdalam keyakinan umat, tanpa barus menyinggung keyakinan yang lain. Ini juga bisa menjadi bagian muatan pembinaan oleh ormas keagamaan," kata dia.

Di sisi lain, kata dia, perkembangan teknologi berikut regulasinya juga perlu menjadi perhatian para penceramah. Saat ini ada UU ITE yang mengatur aktivitas di dunia maya, termasuk ceramah. Hampir semua masyarakat juga punya gawai yang bisa mereka gunakan untuk merekam lalu menyebarkan isi ceramah.

"Pemahaman tentang media sosial dan UU ITE juga bisa menjadi muatan pembinaan dalam penguatan kompetensi penceramah," kata dia.

Baca juga: Bukan sertifikasi dai, Kemenag luncurkan penguatan kompetensi
Baca juga: BNSP akan kembangkan Sistem Nasional Sertifikasi Kompetensi Dai


Zainut berharap ceramah tidak diwarnai ujaran kebencian dan penghinaan. Dalam kondisi seperti saat ini, semua pihak mestinya bisa saling merajut kebersamaan dan kerukunan.

Di sisi pembinaan, Kemenag telah menggulirkan program moderasi beragama dan penguatan kompetensi penceramah agar pesan-pesan disampaikan mencerahkan dan menjadi media persatuan serta kesatuan antar umat beragama.

"Kemenag dalam dua tahun terakhir sudah menggulirkan program ini dan tentu perlu dioptimalkan untuk semua Ditjen Bimbingan Masyarakat, baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha, termasuk Pusat Pembinaan dan Pendidikan Khonghucu," kata dia.

Sebelumnya, beredar video di media sosial tentang isi ceramah yang bertendensi pada penistaan agama dan penghinaan simbol agama yang dilakukan pria bernama Muhammad Kece.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengingatkan bahwa ujaran kebencian dan penghinaan terhadap simbol agama bisa dipidana.

"Menyampaikan ujaran kebencian dan penghinaan terhadap simbol agama adalah pidana. Deliknya aduan dan bisa diproses di kepolisian, termasuk melanggar UU No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama," kata Yaqut.

Baca juga: Menag ingatkan menghina simbol agama bisa dipidana
Baca juga: Ulama Lebak desak polisi tangkap Muhammad Kece diduga menistakan Islam
Baca juga: JK: Sertifikasi ulama relevan untuk masjid di instansi pemerintahan

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021