Washington/Mexico City (ANTARA) - Anggota parlemen Partai Demokrat dan pendukung imigrasi mendesak Presiden Joe Biden pada Rabu (25/8) untuk mengambil langkah baru guna mengakhiri kebijakan imigrasi yang dimulai oleh pendahulunya Donald Trump setelah pengadilan tinggi AS memerintahkan program "tinggal di Meksiko" diaktifkan kembali.

Kebijakan yang diberlakukan oleh Trump, politisi Republik, memaksa ribuan pencari suaka untuk tinggal di Meksiko untuk menunggu dengar pendapat AS. Dalam salah satu tindakan pertamanya sebagai presiden pada Januari, Biden, seorang Demokrat, mengakhiri kebijakan tersebut, yang secara resmi dikenal sebagai Protokol Perlindungan Migran (MPP).

Mahkamah Agung yang mayoritas konservatif pada Selasa memerintahkan Biden harus mematuhi keputusan hakim federal yang berbasis di Texas untuk menghidupkan kembali program itu, meskipun pejabat federal mempertahankan beberapa kebijaksanaan tentang bagaimana melakukan program itu.

Texas dan Missouri yang dipimpin Partai Republik telah menantang upaya Biden mengakhiri program itu, dengan mengatakan pemerintahannya gagal mengikuti proses hukum yang benar.

MPP adalah landasan kebijakan imigrasi garis keras Trump. Biden menjanjikan apa yang disebutnya pendekatan imigrasi yang lebih manusiawi.

Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS Robert Menendez, seorang Demokrat, meminta pemerintahan Biden "untuk membatasi dan mengakhiri secara sah implementasi kebijakan memalukan ini."

Perwakilan Demokrat AS Lucille Roybal-Allard juga mendesak pemerintah untuk membatalkan apa yang disebutnya "kebijakan tidak manusiawi yang memaksa pencari suaka, termasuk perempuan dan anak-anak, untuk menunggu di kota-kota perbatasan yang berbahaya, menempatkan mereka dalam risiko eksploitasi yang lebih besar oleh kartel dan organisasi kriminal."

Marielena Hincapi, direktur eksekutif Pusat Hukum Imigrasi Nasional yang berbasis di Los Angeles, mengatakan pemerintah harus menentukan bagaimana mematuhi perintah pengadilan sambil tetap berusaha untuk mengakhiri program tersebut.

"Kami terus percaya bahwa itu melanggar hukum," kata Hincapi. "Itu menyebabkan kerusakan parah dan kekacauan dan kesemrawutan."

Pemerintah berpotensi mengambil sejumlah langkah untuk memperlambat implementasi program MPP, kata seorang pembantu kongres Demokrat kepada Reuters, yang berbicara dengan syarat anonim. Salah satu pilihannya adalah melakukan negosiasi dengan Meksiko, kata ajudan itu.

Pemerintah AS telah berhubungan dengan Meksiko atas keputusan Mahkamah Agung, kata pejabat senior kementerian luar negeri Meksiko Roberto Velasco di Twitter, menyebut proses peradilan sebagai "tindakan sepihak" oleh Amerika Serikat.

Meksiko tidak terikat oleh keputusan pengadilan dan akan menjalankan kedaulatan dalam merancang dan melaksanakan kebijakan migrasinya, kata kementerian luar negeri Meksiko dalam sebuah pernyataan.

Pejabat Meksiko secara pribadi telah menyatakan keprihatinannya bahwa penerapan kembali kebijakan tersebut dapat membebani kemampuan Meksiko untuk menyerap lebih banyak migran.

Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) mengatakan pada Selasa bahwa pihaknya akan menentang putusan hakim yang mengharuskan pemerintah untuk menghidupkan kembali kebijakan tersebut, tetapi mematuhinya "dengan itikad baik" sementara itu tetap berlaku.

Gubernur Texas Greg Abbott, seorang Republikan, memuji tindakan Mahkamah Agung.

"Pembalikan partisan Presiden Biden dari kebijakan ini telah membantu memicu lonjakan rekor migran ilegal dan berkontribusi pada lingkungan di perbatasan yang tidak aman, tertib, atau manusiawi," kata Abbott.

Penahanan migran yang tertangkap melintasi perbatasan selatan AS telah mencapai level tertinggi 20 tahun dalam beberapa bulan terakhir.

Sumber: Reuters
Baca juga: Trump perpanjang larangan masuk AS bagi pekerja sementara
Baca juga: Ingin mengubah nasib, ratusan warga Honduras bergerak ke AS
Baca juga: Trump nyatakan razia keimigrasian akan 'segera' dimulai

Penerjemah: Mulyo Sunyoto
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021