Bencana hidrometeorologi berupa curah hujan tinggi dan banjir akan berdampak terhadap keberlangsungan kegiatan ekonomi masyarakat di sektor pertanian dan perikanan
Jakarta (ANTARA) - Rektor Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie, Hisar Sirait menyampaikan, pemerintah perlu mengantisipasi dampak ekonomi berupa kemungkinan terganggunya aktivitas ekonomi warga di daerah rawan bencana hidrometeorologi.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan kondisi El Nino-Southern Oscillation yang sekarang netral bisa berkembang menjadi La Nina pada akhir 2021, mempengaruhi variabilitas curah hujan di Indonesia.

"Bencana hidrometeorologi berupa curah hujan tinggi dan banjir akan berdampak terhadap keberlangsungan kegiatan ekonomi masyarakat di sektor pertanian dan perikanan," kata Hisar dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.

Hisar menjelaskan petani mungkin gagal panen karena banjir, nelayan tidak bisa melaut karena badai, dan pelaku ekonomi wisata juga akan terganggu akibat penurunan jumlah turis.

Ia menyampaikan ada empat aspek yang harus dilakukan pemerintah dalam menghadapi bencana hidrometeorologi tersebut.

Pertama, jika puncak bencana diprediksi terjadi Desember, Januari hingga Februari, maka perlu ada penyesuaian pola tanam varietas komoditas pertanian yang memungkinkan panen sebelum masa bencana hidrometeorologi tiba.

"Pemerintah wajib memastikan nilai tukar pertanian yang menguntungkan petani," kata Hisar.

Kedua, pemerintah perlu mempersiapkan ketahanan pangan bagi wilayah rawan bencana hidrometeorologi dengan memastikan ketersediaan pangan, seperti pemberdayaan lumbung pangan desa.

Ketiga, pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif harus memberdayakan pelaku ekonomi wisata masuk ke era digital.

Mereka perlu diberikan akses teknis dan modal ke market place untuk mengantisipasi menurunnya kunjungan wisatawan karena takut akan bencana hidrometeorologi tersebut.

Keempat, jika dampak bencana hidrometeorologi diperkirakan sangat buruk, maka pemerintah harus memastikan ketersediaan bantuan dana langsung bagi penggantian alat-alat produksi yang rusak karena banjir.

"Hal ini sangat perlu sebab selama ini sangat sedikit fasilitasi pemerintah yang diterima warga korban banjir untuk pengantian alat produksi yang rusak," jelas Hisar.

Lebih lanjut ia menyampaikan aspek yang juga perlu diperhatikan pemerintah adalah kesehatan masyarakat di pengungsian mengingat saat ini masih dalam situasi pandemi.

Pemerintah perlu mempercepat kegiatan vaksinasi COVID-19 di daerah yang rawan tertimpa bencana hidrometeorologi untuk mengantisipasi munculkan klaster baru di pengungsian.

"Pemerintah harus mengedukasi masyarakat melalui sosialisasi dini warga di daerah berpotensi pengungsian tentang pola pikir dan sikap selama masa pengungsian berbasis pencegahan penyebaran COVID-19," kata Hisar.

Selain potensi La Nina pada akhir tahun ini, Indonesia juga dihadapkan pada Indian Ocean Dipole Mode (IOD) Netral yang diprediksi bertahan setidaknya hingga Januari 2022.

Kedua fenomena tersebut merupakan faktor iklim penting yang mempengaruhi tingkat curah hujan di Indonesia, terutama pada skala waktu inter-annual.

Sebelumnya, BMKG memperingatkan potensi bencana hidrometeorologi menyusul prediksi musim hujan yang datang lebih awal dari biasanya pada 2021.

Sejumlah wilayah di Indonesia yang diprediksi akan mengalami musim hujan lebih besar, di antaranya sebagian Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau bagian selatan, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur bagian barat hingga selatan, Sulawesi, Maluku Utara bagian barat, Pulau Seram bagian selatan, dan Papua bagian selatan.

Baca juga: Musim hujan lebih awal, BMKG ingatkan potensi bencana hidrometeorologi

Baca juga: BNPB catat 1.560 kejadian bencana alam hingga 15 Juli

Baca juga: BMKG ingatkan bahaya bencana hidrometeorologi saat musim pancaroba

 

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021