Kami akan mengevaluasi kembali metode penghitungan dengan komunikasi dengan BPS, supaya produksi padi di Kulon Progo dengan penghitungan pemerintah pusat tidak terpaut terlalu jauh.
Kulon Progo (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan mengevaluasi metode penghitungan produksi padi yang selama ini digunakan, karena berbeda hasilnya dengan metode dari Kementerian Pertanian, sehingga menyebabkan wilayah ini gagal mendapat dana alokasi khusus infrastruktur pertanian.

Asisten Daerah (ASDA II) Bidang Perekonomian dan Pembangunan dan Sumber Daya Alam Setda Kulon Progo Bambang Tri Budi Harsono di Kulon Progo, Rabu, mengatakan untuk mengukur produksi pertanian di tingkat bawah dilakukan melalui kerja sama antara petugas Badan Pusat Statistik dengan mantri tani, serta Dinas Pertanian dan Pangan yang sudah berjalan dari dulu.

Atas dasar ubinan dijadikan bahan analisis. Angka statistik yang dihasilkan dan dipublikasikan, produksi padi di Kulon Progo berkisar antara 120 hingga 130 ribu ton gabah per tahun. Tapi pemerintah pusat memiliki metode penghitungan sendiri.

Baca juga: Kementan targetkan produksi padi capai 55,20 juta ton tahun depan

Dasar penghitungan pemerintah pusat dengan Kerangka Sampel Area (KSA), Kulon Progo hanya memproduksi sebesar 86 ribu ton gabah per tahun. Artinya Pemkab Kulon Progo belum bisa memenuhi batas minimal produksi untuk mendapatkan dana alokasi khusus pembangunan infrastruktur sektor pertanian.

"Kami akan mengevaluasi kembali metode penghitungan dengan komunikasi dengan BPS, supaya produksi padi di Kulon Progo dengan penghitungan pemerintah pusat tidak terpaut terlalu jauh," kata Bambang.

Ia mengatakan dampak tidak tercapainya target produksi padi, pada 2022 Pemkab Kulon Progo gagal mendapat dana alokasi khusus pembangunan infrastruktur pertanian, seperti jaringan irigasi dan cetak sawah baru.

"Kami berharap ada perubahan kebijakan dari pemerintah pusat," katanya.

Baca juga: Erick Thohir - BRI dukung produksi padi model klaster di Cirebon

Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman Kulon Progo Langgeng Raharjo mengatakan DPUPKP hanya sebagai dinas teknis pembangunan di lapangan dalam pembangunan infrastruktur sektor pertanian.

"Dinas terkait memang tidak mencapai target produksi padi, sehingga berdampak pada tidak adanya DAK infrastruktur pada 2022," katanya.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kulon Progo Edi Priyono mengatakan kondisi di lapangan untuk mengubah lahan kritis menjadi lahan subur sangat sulit, yakni membutuhkan waktu, biaya besar, dan dukungan infrastruktur.

"Cetak sawah baru ini harapannya sangat tipis. Namun kami sempat berdiskusi dengan beberapa pihak yang berkompeten di bidangnya, untuk mempertahankan ketahanan pangan dan alih fungsi lahan banyak yang perlu disiapkan, pembangunan kawasan khusus pertanian," katanya.

Pewarta: Sutarmi
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021