Kejahatan luar biasa sama sekali tidak cocok diterapkan dengan pidana alternatif
Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum pidana Asep Iwan Iriawan berpendapat pidana alternatif yang diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) merupakan salah satu solusi mengatasi masalah kelebihan hunian (over kapasitas) lembaga pemasyarakatan (lapas) di Tanah Air.

"Pidana alternatif memang salah satu solusi, cuman kita belum melaksanakannya di Indonesia dan belum tahu efektif atau tidak," kata dia, saat dihubungi, di Jakarta, Kamis.

Namun, di beberapa negara maju misalnya Belanda dan negara-negara Eropa lainnya telah membuktikan bahwa penggunaan pidana alternatif bagi pelaku kejahatan terbukti efektif menekan tingkat hunian di lapas, katanya pula.

Akan tetapi, meskipun pidana alternatif merupakan salah satu solusi dari masalah over kapasitas lapas, Iwan mengingatkan tidak semua kasus kejahatan dapat dimasukkan atau diselesaikan menggunakan pidana alternatif.

Kejahatan-kejahatan luar biasa misalnya kasus korupsi, tindak pidana terorisme dan bandar narkoba, tidak bisa dimasukkan dalam penerapan pidana alternatif.

"Jadi, pidana alternatif ini hanya untuk kejahatan-kejahatan tertentu saja," kata Iwan.

Sebagai contoh, orang yang terpaksa mencuri untuk kebutuhan makan dan minum atau memenuhi kebutuhan sehari-hari lainnya bisa diterapkan pidana alternatif, misalnya pidana sanksi sosial.

Contoh lain, orang yang tanpa sengaja atau akibat kelalaiannya mengakibatkan suatu permasalahan hukum, maka penegak hukum bisa menerapkan pidana alternatif.

Oleh karena itu, sebelum pidana alternatif diterapkan, maka harus ada klasifikasi yang jelas untuk menentukan kejahatan apa saja yang bisa diselesaikan melalui pidana alternatif.

"Tidak semua kejahatan, apalagi kejahatan luar biasa sama sekali tidak cocok diterapkan dengan pidana alternatif," kata dia pula.
Baca juga: Kanwilkumham Jatim: Perlu pidana alternatif atasi over kapasitas lapas
Baca juga: Institusi Pemasyarakatan siap antisipasi pergeseran pidana penjara

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021