Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Sekjen AMAN) Rukka Sombolinggi mendorong DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat.

"Ini janji konstitusi untuk masyarakat adat yang belum disahkan," kata Rukka Sombolinggi dalam seminar bertajuk "14 Tahun UNDRIP di Indonesia. RUU Masyarakat Adat; Kerakyatan dan Kebangsaan" yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube AMAN - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Senin.

Ia berpandangan, DPR sebaiknya langsung menerjemahkan Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (United Nations Declaration on the Rights of Indigenous People/UNDRIP) dalam draf RUU Masyarakat Adat yang kini sedang bergulir di lembaga tersebut.

UNDRIP, bagi Rukka, telah secara komprehensif menerjemahkan seluruh standar hak asasi manusia (HAM) beserta elemen-elemennya menjadi relevan dengan konteks masyarakat adat. Deklarasi tersebut juga memuat standar-standar minimal dari hak asasi masyarakat adat, terutama hak untuk menentukan nasib sendiri secara kolektif.

"Right of self-determination (hak untuk menentukan nasib sendiri, red.) menjadi jiwa dan semangat utama dari UNDRIP," ucap dia.

Baca juga: Dayak Taman di Kapuas Hulu revisi hukum adat

Baca juga: Kolaborasi publik diperlukan dorong RUU Masyarakat Hukum Adat


Adapun yang termasuk dalam hak untuk menentukan nasib sendiri adalah hak untuk menjalani kehidupan budaya, ekonomi, sosial, dan politik yang sesuai dengan nilai-nilai adat masing-masing. Kemudian, juga terdapat hak atas tanah, hak mempertahankan budaya, hak mempraktikkan ritual dan agama leluhur, hingga hak untuk hidup.

Sekjen AMAN ini mengatakan, draf terbaru RUU Masyarakat Hukum Adat jauh dari prinsip-prinisp HAM dan prinsip-prinsip yang ada di UNDRIP. Padahal, AMAN melalui PDIP telah menyerahkan naskah akademik RUU Masyarakat Adat dan telah dibahas di prolegnas pada tahun 2012. Naskah yang diajukan oleh AMAN telah selaras dengan UNDRIP.

"Apalagi pasal-pasal tentang evaluasi (di draf terbaru, red.) sangat bertentangan dengan hak asasi masyarakat adat," tutur Rukka.

Pasal 23 ayat (2) dan (3) RUU Masyarakat Hukum Adat memungkinkan pemerintah untuk menghapus pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan mengubah status tanah adat menjadi tanah negara, apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa persyaratan untuk pengakuan Masyarakat Hukum Adat tidak terpenuhi.

Evaluasi akan dilakukan oleh panitia yang terdiri dari kementerian terkait, perwakilan Masyarakat Hukum Adat, perwakilan organisasi masyarakat yang memiliki pengalaman dan kompetensi mengenai Masyarakat Hukum Adat, serta akademisi yang memiliki keilmuan dan kepakaran mengenai Masyarakat Hukum Adat.

Baca juga: Teras Narang desak RUU Masyarakat Hukum Adat segera dituntaskan

Baca juga: Anggota DPR: RUU KUHP upayakan tidak ada "pasal karet"


"Kita tidak boleh biarkan ini terjadi. Kita harus terus memperjuangkan ini bersama-sama karena negara ini punya kita," ujar Rukka.

Oleh karena itu, guna mempercepat pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat, Rukka mendorong agar pemerintah menggunakan UNDRIP sebagai acuan dalam penyusunan draf.

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021