Yogyakarta (ANTARA) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebut aktivitas penambangan pasir ilegal di lereng Gunung Merapi tidak pro-lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan cukup parah di kawasan itu.

"Hanya mencari pasir tapi semua rusak, sehingga ini jelas bagi saya tidak pro-lingkungan," kata Sultan HB X di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Senin.

Sultan mengungkapkan hal itu setelah sebelumnya mendatangi beberapa titik lokasi penambangan pasir ilegal di kawasan lereng Gunung Merapi pada Sabtu (11/9).

Berdasarkan pengamatannya, Sultan menyebut penambangan pasir dilakukan secara serakah sehingga mengakibatkan kerusakan parah di lereng Gunung Merapi serta meninggalkan lubang bekas galian sedalam 50 hingga 80 meter.

Baca juga: DIY bersiap terapkan aplikasi PeduliLindungi di pusat perbelanjaan

Baca juga: DIY tingkatkan target vaksinasi menjadi 20.000 per hari


"Saya terkejut sebetulnya, saya tidak menyangka kalau kerusakan sedemikian parah, tapi tanpa reklamasi dan sebagainya. Jadi kalau (menurut) saya yang dicari hanya duit saja. Itu keserakahan yang saya maksud," kata dia.

Setelah mengetahui kondisi itu, Sultan memutuskan menutup 14 titik penambangan pasir yang sebagian berada di lahan Sultan Ground (SG). Apalagi, penambangan yang berlangsung di kawasan itu tanpa mengantongi izin.

"Memang izin itu enggak ada. Jadi semua saya tutup. Ada 14 titik," kata Raja Keraton Yogyakarta ini.

Seluruh pintu masuk lokasi penambangan itu telah ditutup Pemda DIY dengan memasang portal.

Sultan berharap setelah dilakukan penutupan tidak ada lagi aktivitas penambangan pasir secara ilegal di kawasan itu.

"Dengan diberi portal, kendaraan dan sebagainya tidak bisa masuk. Di situ sudah ditulis larangannya. Semoga tidak dilakukan, kalau dilakukan, kriminal," kata Ngarsa Dalem.*

Baca juga: Wapres ingatkan Sri Sultan jangan sampai DIY tak serap anggaran

Baca juga: Gubernur DIY gencarkan vaksinasi dan optimalkan pemanfaatan selter

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021