Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat kasus jual beli jabatan di lingkungan pemerintah daerah (pemda) sejak 2016 hingga 2021 telah melibatkan tujuh kepala daerah, yaitu Klaten, Nganjuk, Cirebon, Kudus, Jombang, Tanjungbalai, dan terakhir Probolinggo.

Adapun tujuh kepala daerah tersebut, yakni Bupati Klaten Sri Hartini, Bupati Nganjuk M Taufiqurrahman, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, Bupati Kudus Muhammad Tamzil, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, dan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari.

Kasus teranyar yang sedang ditangani KPK adalah kasus dugaan suap terkait dengan jual beli jabatan kepala desa (kades) di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo, Jawa Timur.

KPK total menetapkan 22 orang sebagai tersangka kasus tersebut.

Empat orang penerima suap kasus tersebut termasuk Bupati Probolinggo periode 2013-2018 dan 2019-2024 Puput Tantriana Sari dan suaminya, yakni Anggota DPR RI periode 2014-2019 dan 2019-2024 dan pernah menjabat sebagai Bupati Probolinggo 2003-2008 dan 2008-2013 Hasan Aminuddin.

Baca juga: KPK ingatkan kepala daerah terkait gaya hidup bisa picu korupsi

Sementara 18 orang sebagai pemberi suap merupakan aparatur sipil negara (ASN) Pemkab Probolinggo.

KPK menyebut ada persyaratan khusus di mana usulan nama para penjabat kepala desa harus mendapatkan persetujuan Hasan dalam bentuk paraf pada nota dinas pengusulan nama sebagai representasi dari Puput dan para calon penjabat kepala desa juga diwajibkan memberikan dan menyetorkan sejumlah uang.

Adapun tarif untuk menjadi penjabat kepala desa di Kabupaten Probolinggo sebesar Rp20 juta per orang ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp5 juta per hektare.

Ketua KPK Firli Bahuri mengaku sangat prihatin atas kasus yang menjerat suami istri tersebut. Bahkan, ia mengatakan kasus tersebut merupakan korupsi yang sangat kejam.

Terkait kasus tersebut, Firli mengatakan semua keputusan yang diambil Puput termasuk perihal proses seleksi jabatan harus mendapat persetujuan dari suaminya terlebih dahulu.

Ia pun membayangkan jika jabatan penjabat kepala desa saja dijualbelikan tentu kita juga bertanya-tanya berapa tarif untuk jabatan camat, kepala sekolah, kepala dinas, sekretaris daerah (sekda), dan jabatan publik lainnya di Pemkab Probolinggo.

Menurut dia, para pejabat yang diangkat bupati seharusnya orang-orang yang nantinya akan mambantu bupati dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah dan melayani masyarakat.

Baca juga: Ketua DPD minta kepala daerah hindari politik balas budi saat pilkada

"Pejabat yang diangkat bupati adalah orang yang akan bekerja membantu bupati tetapi belum kerja saja sudah harus menanggung beban. Kalau begini, jangan berharap rakyat mendapat pelayanan. Kita juga tidak bisa berharap banyak kesejahteraan rakyat meningkat," ujar Firli.

Ia juga menegaskan jika jabatan saja dijualbelikan maka jangan berharap pelayanan publik terhadap masyarakat dapat optimal.

Ingatkan

Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding mengatakan lembaganya mengingatkan kepada para kepala daerah agar menjauhi potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang, khususnya dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi, dan promosi ASN disebabkan terus berulangnya kasus korupsi terkait pengisian jabatan di lingkungan pemda.

KPK mengungkapkan jual beli jabatan menjadi salah satu modus korupsi yang kerap dilakukan kepala daerah.

Dari hasil pemetaan KPK atas titik rawan korupsi di daerah, KPK mengidentifikasi beberapa sektor yang rentan terjadi korupsi, yaitu diantaranya terkait belanja daerah seperti pengadaan barang dan jasa.

Selanjutnya, korupsi pada sektor penerimaan daerah mulai dari pajak dan retribusi daerah maupun pendapatan daerah dari pusat, dan korupsi di sektor perizinan mulai dari pemberian rekomendasi hingga penerbitan perizinan.

Baca juga: Firli: Kepala daerah jangan korupsi walau didesak donatur Pilkada

Ipi mengatakan dalam upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan daerah, KPK telah mendorong diimplementasikannya "Monitoring Center for Prevention" (MCP).

Manajemen ASN merupakan salah satu dari delapan fokus area intervensi perbaikan tata kelola pemda yang terangkum dalam aplikasi tersebut.

Delapan area intervensi tersebut, yaitu perencanaan dan penganggaran anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), pengadaan barang dan jasa, perizinan, pengawasan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP), manajemen ASN, optimalisasi pajak daerah, manajemen aset daerah, dan tata kelola keuangan desa.

Untuk mencegah benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang kepala daerah dalam pengisian jabatan, KPK mendorong diimplementasikannya manajemen ASN berbasis sistem merit.

Dalam aplikasi MCP, terdapat lima indikator keberhasilan yang disyaratkan bagi pemda untuk dipenuhi, yaitu meliputi ketersediaan regulasi manajemen ASN berupa peraturan kepala daerah (perkada) atau SK kepala daerah, sistem informasi, kepatuhan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dan pengendalian gratifikasi, tata kelola sumber daya manusia (SDM) serta pengendalian dan pengawasan.

Tiga jenis korupsi

Dalam webinar "Jual Beli Jabatan, Kenapa dan Bagaimana Solusinya?" yang disiarkan kanal Youtube KPK, Kamis (16/9), Firli mengatakan ada tiga jenis tindak pidana korupsi yang erat kaitannya dengan praktik jual beli jabatan, yaitu pemerasan, gratifikasi, dan suap.

Tiga jenis korupsi seringkali menjerat kepala daerah.

Firli menekankan bahwa praktik jual dapat dihindarkan jika pembinaan SDM di pemerintah daerah dilaksanakan secara profesional, akuntabel, transparan, kompetitif, dan jujur.

Menurutnya, jika manajemen ASN dipedomani maka praktik jual beli jabatan juga tidak akan terjadi.

"Bilamana manajemen ASN kita letakkan pada posisi yang tepat dan kita pedomani serta kita jadikan sebagai tata cara disiplin pengelolaan ASN maka tentu lah jual beli jabatan tidak akan terjadi karena pada prinsipnya tentu juga dalam rangka manajemen ASN kita diwajibkan untuk memenuhi dan menjalankan azas-azas umum pemerintahan yang baik," kata Firli.

Baca juga: KPK berharap kepala daerah tak tersandung korupsi bansos

Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo juga mengajak seluruh pejabat publik baik di pusat maupun daerah memahami area rawan korupsi.

Adapun area rawan korupsi tersebut, kata Tjahjo, mencakup perencanaan anggaran, hibah dan bansos, pajak dan retribusi, pengadaan barang dan jasa, dan jual beli jabatan.

Tjahjo lantas menyinggung OTT KPK yang dilakukan di Probolinggo, Banjarnegara, dan Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Adapun kasus di Probolinggo seperti disebutkan sebelumnya menyangkut jual beli jabatan, sedangkan kasus di Banjarnegara dan Hulu Sungai Utara terkait dengan pengadaan barang dan jasa.

Menurut Tjahjo, pejabat yang tertangkap di daerah-daerah tersebut belum mempunyai kesadaran soal area rawan korupsi.

Selain itu, ia juga menegaskan jika ada pegawainya yang terbukti terlibat dalam jual beli jabatan akan langsung dipecat.

"Di kementerian saya sendiri sudah saya tegaskan kalau sampai ada pegawai PANRB termasuk BKN yang terbukti jual beli jabatan, terbukti jual beli penerimaan CPNS langsung pecat," ucap Tjahjo.

KPK menegaskan keberhasilan daerah dalam mewujudkan manajemen ASN yang mengedepankan nilai-nilai profesionalisme dan integritas sangat tergantung pada komitmen kepala daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola SDM yang akuntabel dan bebas kepentingan, termasuk tidak menjadikan proses pengisian jabatan di instansinya sebagai lahan untuk korupsi.

Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021