Program eliminasi malaria menghadapi sejumlah tantangan, antara lain tingkat resistensi malaria terhadap antimalaria makin tinggi sehingga obat tidak efektif
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Biologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arif Nurkanto mengatakan hingga saat ini program eliminasi malaria belum efektif.

"Program eliminasi malaria sampai saat ini belum efektif, walaupun penurunan kasus bisa dikendalikan," kata Arif saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Ia mengemukakan program eliminasi malaria menghadapi sejumlah tantangan, antara lain tingkat resistensi malaria terhadap antimalaria makin tinggi sehingga obat tidak efektif, biaya yang besar, dan siklus hidup dengan beberapa tahap dari malaria yang membutuhkan cara yang berbeda-beda.

"Cara terbaik adalah vector control (pengendalian vektor), sayangnya belum ada cara efektif untuk vector control sampai saat ini," katanya.

Sementara kunci penurunan kasus malaria adalah penggunaan antimalaria yang tepat dan tuntas menggunakan minimal dua obat kombinasi untuk mencegah penularan dan resistensi, dan pengendalian vektor malaria dengan menghambat perkembangan nyamuk.

Arif mengatakan yang sedang digalakkan di riset, selain penemuan obat baru untuk malaria adalah dengan memutus siklus hidupnya, misalnya dengan mengontrol nyamuk Anopheles, dan pengembangan riset vaksin di tahap liver stage.

Ia mengatakan saat ini pihaknya sedang mengembangkan obat baru antimalaria. "Kami bagian dari tim yang sedang mengembangkan obat baru anti malaria. Vaksin dan vector control belum dikerjakan di kami," ujarnya.

Malaria, katanya, berkembang di tubuh manusia di dua siklus, yakni liver stage di hati dan blood stage di darah.

Gejala dan kondisi fatal terjadi di blood stage. Sementara di liver stage, hampir semua tidak bergejala dan tidak berbahaya, demikian Arif Nurkanto.

Baca juga: Peneliti: eliminasi malaria di Indonesia butuh cara baru

Baca juga: Menkes sebut pengendalian malaria selama PON dilakukan lewat fogging

Baca juga: WHO: Jumlah kematian akibat malaria melebihi COVID-19 di Afrika

Baca juga: China gunakan nuklir basmi nyamuk


 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021