Palembang (ANTARA) - Aktivis Walhi Sumatera Selatan menilai, maraknya tambang Ilegal di provinsi ini dan daerah lainnya yang akhir-akhir ini menimbulkan berbagai masalah serta korban jiwa, merupakan dampak dari ketimpangan penguasaan lahan.

"Berdasarkan hasil investigasi mendalam terhadap tambang rakyat di sejumlah daerah, masyarakat sudah kehilangan sumber produksi lahan pertanian dan perkebunan akibat ketimpangan penguasaan lahan sehingga mencari sumber ekonomi baru memanfaatkan potensi tambang seperti minyak dan batu bara," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hairul Sobri, di Palembang, Sabtu.

Baca juga: Begini strategi pemerintah tangani pertambangan tanpa izin

Menurut dia, ketimpangan penguasaan lahan antara masyarakat dan korporasi sudah berada dalam tahap puncak peminggiran rakyat atas peri-kehidupan.

Penguasaan ruang sumber penghidupan bagi masyarakat telah dikuasai oleh korporasi hingga mencapai 80 persen.

Angka tersebut belum termasuk penghancuran wilayah kelola rakyat melalui pemutihan tata ruang untuk industri ekstraktif (tambang, perkebunan dan HTI) terlebih lagi pendekatan ekonomi melalui ekstraksi sumber daya alam dan industri ekstraktif terus meningkatkan kapasitas produksinya seiring
meningkatnya laju konsumsi industri di pasar.

Baca juga: Menteri ESDM: Pertambangan tanpa izin bentuk tindakan kejahatan

Belum lagi persoalan konflik tenurial penguasaan lahan antara wilayah kelola rakyat dengan penguasaan izin industri ekstraktif, kemudian berdampak pada lingkungan hidup serta kesehatan masyarakat, pencemaran lingkungan hidup, dan lain sebagainya yang berdampak pada ekonomi, sosial, budaya masyarakat.

Salah satunya dampak serius yang terjadi adalah perubahan terhadap sosial ekonomi masyarakat di sekitar area pertambangan. Mereka yang awalnya memiliki pengetahuan pengelolaan sumber daya alam di sektor pertanian dan perkebunan beralih bekerja di sektor pertambangan menjadi buruh dan menciptakan tambang ilegal.

Seharusnya negara memperluas wilayah kelola rakyat agar negara mengembalikan nilai-nilai kearifan lokal di masyarakat yang telah hilang untuk kesejahteraan rakyat.

Baca juga: Pemda tidak punya kewenangan atas aktivitas tambang minyak ilegal

Apalagi di masa pandemi COVID-19 ini, negara tidak dapat menjamin ketahanan pangan untuk rakyat akibat ketimpangan
penguasaan lahan oleh korporasi tambang dan industri ekstraktif lainnya, katanya.

Mengenai permasalahan tambang minyak ilegal (illegal drilling) di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumsel, pemerintah daerah setempat berencana melegalkan tambang rakyat.

"Hal tersebut menurut kami adalah kebijakan yang keliru karena kebijakan tersebut tidak menjawab substansi masalah banyaknya tambang
rakyat," ujar Sobri.

Baca juga: Kementerian ESDM mencatat ada 2.741 lokasi pertambangan tanpa izin

Berdasarkan catatan aktivis Walhi Sumsel, dalam kurun waktu September-Oktober 2021 terjadi tiga kali ledakan sumur minyak rakyat di Kabupaten Musi Banyuasin.

Ledakan pertama terjadi pada Kamis, 9 September 2021 yang menyebabkan tiga warga setempat meninggal dunia, kejadian kedua
terjadi pada Selasa 5 Oktober 2021, dan yang baru-baru ini peristiwa Senin (11/10) sumur minyak tua rakyat di Desa Kaban 1, Kecamatan Sanga Desa,
Kabupaten Musi Banyuasin, terjadi ledakan lagi.

Permasalahan tambang rakyat tersebut memerlukan solusi yang tepat sehingga rakyat tidak menjadi korban dampak ketimpangan penguasaan lahan dan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak dengan rakyat, ujar Direktur Walhi Sumsel.

Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2021