Kita sering lupa kepada kelas ekonomi menengah. Padahal perputaran ekonomi terbesar ada di kelas menengah
Jakarta (ANTARA) - Deputi II Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan menyampaikan manfaat ekonomi dari kegiatan masyarakat kelas menengah perlu dioptimalkan, karena menjadi motor penggerak ekonomi Papua.

“Kita sering lupa kepada kelas ekonomi menengah. Padahal perputaran ekonomi terbesar ada di kelas menengah,” kata Abetnego di Jayapura, Papua, dalam diskusi tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional, sebagaimana disampaikan melalui keterangan tertulis diterima di Jakarta, Minggu.

Abetnego menjelaskan jumlah masyarakat yang masuk dalam kelas ekonomi menengah di Papua masih sangat sedikit. Hal itu mengakibatkan kekosongan pada strata kelas menengah yang banyak diisi oleh masyarakat pendatang.

Baca juga: Kemenko Perekonomian: PON akan tingkatkan ekonomi di Papua

Selain masalah tersebut, Abetnego mengakui perspektif kultural tentang profesi Pegawai Negari Sipil (PNS) sebagai satu-satunya pilihan profesi terbaik mengakibatkan angka pengangguran cukup tinggi dan tingkat inovasi wirausaha rendah.

“KSP akan mendorong penguatan vokasi, khususnya di Papua. Kita membutuhkan bantuan media untuk membentuk citra yang baik terhadap vokasi dan memberikan informasi mengenai bidang seperti apa yang dibutuhkan di Papua,” kata Abetnego.

Ia mencontohkan penguatan vokasi di Pulau Sulawesi melalui SMK Pertambangan yang melahirkan para tenaga kerja ahli di industri pertambangan. Pengembangan vokasi pada suatu sektor yang sedang tumbuh di suatu daerah akan mampu memperluas peluang rekrutmen kerja tenaga lokal.

Baca juga: Wapres bahas kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi di Manokwari

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Papua tercatat sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Tingkat kemiskinan di Papua mencapai 26,8 persen. Namun Pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua dalam kurun waktu lima tahun terakhir terus membaik, walaupun secara nasional masih relatif paling rendah.

“Hal yang menjadi pemantik konflik di Papua adalah masalah ekonomi. Maka pemerintah perlu melakukan pemberdayaan, pendampingan, dan pendidikan, terutama kepada anak-anak muda di Papua. Ini bukan saja membangun skill mereka, namun juga mencegah mereka untuk beralih ke tindakan negatif,” kata Ketua bidang Penelitian dan Dokumentasi Komisi Informasi Papua, Syamsuddin Levi di kesempatan yang sama.

Baca juga: Pertumbuhan ekonomi di Papua meningkat hingga 1,5 persen berkat PON


 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021