Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Daerah (Pemda) di berbagai wilayah diminta untuk dapat merealisasikan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai upaya untuk mengatasi persoalan terkait pengelolaan sampah serta berkontribusi kepada energi baru dan terbarukan.

Inspektur IV Kementerian Dalam Negeri, Arsan Latif dalam rilis di Jakarta, Selasa, menjelaskan bahwa peta jalan penanggulangan sampah berbasis teknologi yang menghasilkan energi listrik seperti PLTSa sebagai hasil turunan UU No. 23/2014 sudah ditetapkan secara sistematis pada Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2018 yang digadang menjadi solusi sirkular, khususnya di 12 kota prioritas di Tanah Air.

Bahkan, lanjutnya, APBN dialokasikan untuk mendukung keuangan daerah, untuk bisa mewujudkan strategi nasional ini sekaligus membuka peluang investasi lewat kemitraan.

"Ini adalah perintah undang-undang, bahkan Presiden sendiri sudah menetapkan payung hukum melalui Perpres, sehingga ada dukungan APBN serta skema kemitraan yang telah diatur. Sayang sekali, bahwa hingga 2018 baru satu PLTSa yang bisa direalisasikan," jelas Arsan.

Ia mengemukakan, pihaknya menjalankan fungsi pengawasannya dengan mendorong para kepala daerah yang tercantum dalam Perpres tersebut untuk segera merealisasikan pembangunan fasilitas pengelolaan sampah yang mampu menjawab permasalahan sampah yang dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat.

Selain itu, ujar dia, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2018 juga secara eksplisit menjelaskan tentang kemitraan, dan pola kerjasama dengan pihak ketiga agar proses pembangunan fasilitas PLTSa bisa lebih cepat.

"Sisanya Perpres juga mengatur pembelian hasil energi listrik oleh PLN sebagai salah satu instrumen pengembalian investasi," katanya.

Menurut dia, melalui paket regulasi dan dukungan keuangan yang tersedia, seharusnya sudah tidak ada alasan lagi bagi Pemda untuk tidak merealisasikan PLTSa di wilayah masing-masing, karena solusi jangka pendek hanya menunda nunda dampak sistemik jangka panjang yang sangat merugikan, dan akhirnya tidak sedikit anggaran yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki lingkungan.

Bahkan, lanjutnya, penundaan pembangunan fasilitas dasar publik ini juga turut meningkatkan resiko lainnya seperti perubahan iklim, kerusakan air tanah akibat limbah cair, dan kebakaran lahan yang secara langsung berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Sebelumnya, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun dan Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati mendorong para produsen untuk menjadi offtaker atau mitra yang mengambil hasil sampah hasil pemilahan dari bank sampah untuk mendukung pemberlakuan ekonomi sirkular di Indonesia.

"Yang jelas sampah itu masih ada harganya, di bank sampah itu butuh offtaker. Offtaker itu adalah perusahaan yang mau menggunakan sampah itu sebagai bahan baku atau sebagai sesuatu yang bermanfaat," kata Vivien dalam diskusi virtual Festival Peduli Sampah Nasional 2021, di Jakarta, Selasa (5/10).

Perusahaan, jelasnya, dapat menggunakan sampah hasil pemilahan yang dilakukan di masyarakat dan terkumpul di bank sampah untuk didaur ulang dan dimanfaatkan kembali.

Data KLHK memperlihatkan saat ini terdapat 11.566 unit bank sampah yang tersebar di 363 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Jumlah itu memperlihatkan penambahan sekitar 3.500 unit sejak 2016.

Baca juga: Menristek dorong inovasi pengelolaan sampah hasilkan energi
Baca juga: PLN operasikan pembangkit listrik tenaga sampah di Bangka
Baca juga: Bali didorong Bappenas jadi contoh pembangkit listrik tenaga sampah

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021