Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI Fayakhun Andriadi, yang membidangi informasi dan komunikasi, mengaku terkejut sekaligus prihatin atas kebijakan Ditjen Bea Cukai yang mengakibatkan semua film impor mendadak hilang di seluruh bioskop di Indonesia.

"Semua `coming soon`- nya sekarang dilaporkan hanya film Indonesia..sama sekali tidak ada film luar," ungkap anggota Fraksi Partai Golkar ini, di Jakarta, kemarin.

Ia mengatakan itu kepada ANTARA merespons protes Ikatan Perusahaan Film Impor dan Asosiasi Produsen Film Besar AS (MPAA) terkait kebijakan Ditjen Bea Cukai tentang bea masuk serta distribusi film-film impor.

Akibatnya, kini tidak ada lagi film Holywood maupun non Holywood beredar di bioskop-bioskop Indonesia.

Bagi Fayakhun Andriadi, situasi ini mestinya harus diselesaikan dengan benar, sehingga semua pihak bisa mendapat tanggapan positif, baik konsumen (rakyat), produsen, distributor, juga Pemerintah (Ditjen Bea Cukai).

"Jangan lupa, bahwa hiburan adalah hak asasi manusia. Selain membaca, menonton adalah sarana belajar yg luar biasa," tegasnnya.

Fayakhun Andriadi kemudian mengimbau Pemerintah, cq. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Bea Cukai, agar kalau membuat peraturan, seyogyanya masyarakat tahu dengan jelas.

"Yakni, apa `goal`-nya, dan bagaimana `road map`-nya untuk mencapai `goal` tersebut," tandasnya.

Faktanya, menurutnya, diperkirakan terdapat 500-an layar jaringan bioskop di Indonesia.

"Sementara, produksi film nasional diperkirakan baru mencapai 50-60 judul per tahun," ujarnya.

Makanya, demikian Fayakhun Andriadi, dengan kejadian MPAA menarik semua film impor, muncul masalah dengan kelangsungan hidup bioskop-bioskop, yakni terancam tutup.

"Apabila tujuannya untuk mendorong perfilman nasional, ternyata insan perfilman mengeluh karena tidak ada insentif keringanan pajak atas peralatan produksi film yang mereka impor," ungkapnya.

Lalu di pihak lain, lanjutnya, (akibat kejadian ini), Pemda kehilangan potensi pemasukan pajak daerah 10 sampai 15 persen dari penghasilan bioskop.

"Jadi saya rasa langkah Ditjen Pajak (DJP) harus ditinjau ulang. Karena pihak MPAA menyatakan bahwa keputusan menarik film Hollywood bukan karena masalah uang (tambahan bea masuk 23,75 persen), yang mana bea masuk tersebut bisa saja dibebankan ke penonton," katanya.

Di sini jelas, demikian Fayakhun Andriadi, keputusan DJP, belum tentu prorakyat.()

(T.M036/A025)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011